Dari kumpulan sajak
"Dia Tak Pernah Kehilangan Cintanya"
Sebab
marah, ampuni aku Inang
(Catatan buat Ito Soe Tjen)
Lagi
pesan Inang di usia mudaku, belasan tahun
tahan
amarahmu amang, jangan mengumbarnya
ku
iyakan, tapi sesekali tak terhindarkan
aku
anak jantan, ditawar,
kujual
Berdiri
seperti “alif”, bertahan seperti “lam” dan menyerang seperti “mim”
begitu
petuah guru silatku, oppung bapa uda Inang.
Sekali
dikurungan, Inang menjengukku
aku
mohon agar Inang memaafkan ku,
aku
tak bisa menjaga ketaatanku,
Amarahkulah
yang membuat aku masih hidup sampai hari ini.
Di
akhir tahun itu, di awal bulan Nopember,
tahun
petaka di negeri ini
Aku
dikurung di ruang tahanan, yang dibuat markas tentara kecamatan ,
setelah
badan ini remuk, dan kepalaku berlumur darah,
di
tetak dengan hulu pisau komando
(
yang berbentuk burung garuda).
Amarahkulah
yang membuat aku masih hidup sampai hari ini.
Setengah
dari tujuh puluh delapan kawan-kawanku diambil malam dan siang dari kurungan,
dibunuh dibelukar ditepi sungai, dipaluh-paluh di
sejajar rel kereta api
aku
marah, pagi subuh menghanyut diderasnya banjir sungai Deli.
Tertangkap,
mati,
tetap
dikurungan juga mati.
Amarahkulah
yang membuat aku masih hidup sampai hari ini.
Aku
tak kuasa, menahan amarahku.
Aku
mohon ampun Inang.
Di
Gandhi, dibekas sekolah yang dijadikan
tentara itu kurungan,
Entah
puluhan kali, setelah disiksa,
seperti
binatang , cuma air yang Inang katakan najis itu,
dan
amarahkulah yang membuatku hidup sampai hari ini.
Hari-hari
belakangan ini, amarah ku, juga amarah kaumku
sudah
tak tertahan lagi
opsir
tentara pembantai kaumku itu,
ditabalkan,
disanjung
menjadi pahlawan negeri.
Ratusan
ribu yang dibunuhnya di Jawa dan Bali.
Disini
kawan-kawan muda, puluhan,
diambil
menjelang malam
dari
kurungan di markas polisi tentara di jalan
Sena
dibunuh
dihanyutkan ke sungai ular.
Ditata
jadi jamuan selamat datang, bagi si opsir pembantai
panglima
tentara, dikawasan utara bukit barisan.
Inang,
Jangan
Inang khawatirkan aku
Kata
orang, tempat jatuh,
lagi
dikenang,
taklah
pernah aku lupakan, apa yang petuah Inang
Karena
marahku,
aku
masih hidup sampai hari ini.
Medan, 16 Nopember 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar