Minggu, 17 November 2013


Dari kumpulan sajak 
"Dia Tak Pernah Kehilangan Cintanya"


Sebab marah, ampuni aku Inang
                   (Catatan buat Ito Soe Tjen)


Lagi pesan Inang di usia mudaku, belasan tahun
tahan amarahmu amang, jangan mengumbarnya
ku iyakan, tapi sesekali  tak terhindarkan
aku anak jantan,  ditawar,
kujual

Berdiri seperti “alif”, bertahan seperti “lam” dan menyerang seperti “mim”
begitu petuah guru silatku, oppung bapa uda Inang.

Sekali dikurungan, Inang menjengukku
aku mohon agar Inang memaafkan ku,
aku tak bisa menjaga  ketaatanku,
Amarahkulah yang membuat aku masih hidup sampai hari ini.

Di akhir tahun itu, di awal bulan Nopember,
tahun petaka di negeri ini
Aku dikurung di ruang tahanan, yang dibuat markas tentara kecamatan ,
setelah badan ini remuk, dan kepalaku berlumur darah,
di tetak dengan hulu pisau komando
( yang berbentuk burung garuda).
Amarahkulah yang membuat aku masih hidup sampai hari ini.

Setengah dari tujuh puluh delapan kawan-kawanku diambil malam dan siang dari kurungan,
dibunuh  dibelukar ditepi sungai, dipaluh-paluh di sejajar rel kereta api
aku marah,  pagi subuh menghanyut  diderasnya banjir sungai Deli.
Tertangkap, mati,
tetap dikurungan juga mati.
Amarahkulah yang membuat aku masih hidup sampai hari ini.

Aku tak kuasa, menahan amarahku.
Aku mohon ampun Inang.
Di Gandhi, dibekas sekolah  yang dijadikan tentara itu kurungan,
Entah puluhan kali, setelah disiksa,
seperti binatang , cuma air yang Inang katakan najis itu,
dan amarahkulah yang membuatku hidup sampai hari ini.

Hari-hari belakangan ini, amarah ku, juga amarah kaumku
sudah tak tertahan lagi
opsir tentara pembantai  kaumku itu, ditabalkan,
disanjung menjadi pahlawan negeri.
Ratusan ribu yang dibunuhnya di Jawa dan Bali.

Disini kawan-kawan muda, puluhan,
diambil menjelang malam
dari kurungan  di markas polisi tentara di jalan Sena
dibunuh dihanyutkan ke sungai ular.
Ditata jadi jamuan selamat datang, bagi si opsir pembantai
panglima tentara, dikawasan utara bukit barisan.

Inang,
Jangan Inang khawatirkan aku
Kata orang, tempat jatuh,
lagi dikenang, 
taklah pernah aku lupakan, apa yang petuah Inang 

Karena marahku,
aku masih hidup sampai hari ini.

Medan,  16 Nopember 2013.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar