· REKAM JEJAK YANG
DIGELAPKAN, DENGAN STIGMA KEBOHONGAN
·
Perang-perang kolonial
yang dilancarkan Belanda pada akhir abad ke-XIX telah berhasil menundukkan
raja-raja feodal dan rakyat diberbagai daerah kepulauan Indonesia. Terciptalah
kesatuan wilayahdibawah satu kekuasaan sentral – pemerintah kolonial Hindia
Belanda. Batas-batas yang diciptakan oleh negara-negara feodal bagi
masing-masing kerajaannya dan yang semula memecah wilayah kepulauan Indonesia
itu menjadi hapus. Sekalipun tingkat perkembangan ekonomi ditiap daerah berbeda
satu dengan yang lainnya, namun penyatuan itu memberikan syarat untuk akhirnya
akan terciptanya sistem ekonomi yang sama – ekonomi colonial. Kesamaan wilayah
dan kesamaan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi lahirnya bangsa modern
Indonesia – nasion Indonesia.
· Nasion, adalah
persekutuan orang-orang yang stabil, yang tersusun menurut sejarah, terbentuk
berdasarkan satu bahasa, wilayah, kehidupan ekonomi bersama dan susunan
kejiwaan yang terjelma dalam satu kebudayaan bersama.
· Nasion adalah satu
katagori sejarah, ia lahir pada zaman kemenangan kapitalisme atas feodalisme,
seperti yang terjadi di Eropa Barat: Inggeris, Prancis, Jerman dan
Italia. Proses pelenyapan feodalisme dan kemenangan kapitalisme,
bersamaan itu pula adalah proses penyusunan orang-orang menjadi nasion-nasion.
· Sementara itu,
kapitalisme Belanda yang berada pada taraf kapitalisme persaingan bebas,
setelah terjadinya krisis ekonomi di tahun 1895 telah memberi peluang pada
kapital bank (finans) mengambil alih kapital industri (pabrik-pabrik), membuat
terjadinya perpaduan antara keduanya menjadi kapitalisme monopoli, inilah yang
disebut tingkat tertinggi perkembangan kapitalisme, menjadi imperialisme. Salah
satu watak dari imperialisme adalah melakukan ekspor capital dari negeri
induknya terutama kenegeri-negeri koloninya untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya dengan melakukan penghisapan dan penindasan terhadap negeri
dan rakyat negeri itu.
· Kapitalisme monopoli
(imperialis) Belanda ini secara besar-besaran menanam modalnya di Indonesia.
Membuka jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan, berdirinya industri untuk
mengolah bahan mentah, seperti perkebunan dan pabrik gula, perkebunan dan
pabrik karet, the, tembakau dan pertambangan. Secara tidak terelakkan lahirlah
klas-baru dalam masyarakat di Indonesia, klas proletar dari kandungan
kapitalisme Belanda yang sudah sampai kepuncak tertingginya itu, ialah
imperialisme.
· Sekalipun imperialis
Belanda berusaha mempertahankan hubungannya dengan feodal dalam hubungannya
untuk melanjutkan penghisapannya, namun tidak urung kapitalisme merasuk dan
masuk juga ketengah-tengah masyarakat Indonesia, penyebab lahirnya klas borjuis
Indonesia. Setidaknya untuk memenuhi tenaga administratif, dan tekhnik di
industri perkebunan dan infrastruktur, pemerintah Belanda terpaksa mendirikan
sekolah-sekolah, meski dibatasi dengan hanya membolehkan anak-anak kaum
bangsawan dan pegawai tinggi. Sekolah-sekolah inilah yang melahirkan lapisan
kecil kaum intelektual Indonesiayang dapat menguasai pemikiran-pemikiran barat,
dan yang kemudian memelopori gerakan nasionalisme di Indonesia.
· Dengan demikian
lahirlah zaman baru ditanah air, yang ditandai dengan lahirnya kekuatan-kekuatan
baru di masyarakat Indonesia – klas buruh dan klas burjuis. Zaman baru itu
menuntut bentuk perjuangan baru pula. Bentuk lama perjuangan perlawanan daerah
yang sporadic yang dipimpin oleh raja-raja feudal, berubah kebentuk perjuangan
yang terorganisasisecara nasinal yang dipimpin oleh kekuatan-kekuatan yang
memiliki hari depan perkembangan masyarakat Indonesia.
· Pada 20 Mei 1908
lahirlah Budi Utomo, orgaqnisasi borjuis pertama di Indonesia. Sekalipun
dikalangan pimpinannya banyak yang berasal dari klas feodaltetapi pemikirannya
dan cita-cita yang dikemukakannya adalah bersifat borjuis; misalnya menjungjung
cita-cita kemanusiaan, menghidupkan kebudayaan dan ilmu bagi kaum bumi-putera,
peternakan dan perdagangan dan sebagainya.Tidak ada cita-cita untuk mendirikan
negara feudal.
· Sebelumnya, pada
tahun 1905 sudah berdiri organisasi buruh pertama di Indonesia, yaitu SS Bond,
organisasi buruh Kereta Api. Kelahiran kedua organisasi ini yang berbeda
waktunya juga tercermin perbedaan klasnya. Klas buruh Indonesia lahir terlebih
dahulu, mendahului klas burjuis nasional, dan organisasinyapun lahir lebih dulu
dari organisasi borjuis. Juga sekaligus menunjukkan bahwa dalam zaman
imperialism, klas buruh Indonesia memegang peranan bukan hanya pada perjuangan
membebaskan Nasionnya dari penindasan nasion lain, tetapi membawanya sesuai
dengan cita-cita klas buruh
· Tahun 1911, lahir
gerakan borjuis demokratis yang didirikan kaum borjuis dagang, “Serikat Dagang
Islam”, kemudian pada tahun 1912 berganti nama menjadi “Serikat Islam”.
Meskipun ia didirikan atas inisitif kaum dagang yang dipimpin oleh orang-orang
liberal demokrat, tetapi cabang-cabangnya didaerah digunakan kaum pekerja yang
luas untuk mempersatukan diri didalannya. Serikat Islam ini telah menenmbus
sukubangsa-sukubangsa dalam menggalang kesatuan nasion. Akan tetapi, karena
menggunakan Islam Sebagaidasar perjuangannya, ia tak mampu menmbus sukubangsa
yang bukan Islam.
· Tahun 1912, kaum
intelektual revolusionerdemokratis membentuk “Indische Party” di Bandung yang
di pimpin oleh tokoh Indo Belanda Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan
Soewardi Soerjaningrat. Partai ini bertujuan, untuk membentuk Negara nasional
yang merdeka atas kerja sama yang berhak sama dikalangan semua rakyat
Indonesia. Propagandanya tentang “Indische Nasionalisme”, memberikan sumbangan
yang besar dalam membangkitkan kesadaran nasional rakyat Indonesia.
· ISDV (IndischeSocial
Democratische Vereneging), lahir tahun1914 di Surabaya yang merupakan
organisasi politik yang pertama dari kaum Marxis Indonesia dan yang menjadikan
penyebaran Marxisme ditengah-tengah klas buruh dan rakyat pekerja Indonesia
sebagai tugas utamanya. ISDVini kemudian melebur dirinya menjadi Partai Komunis
Indonesiapada tanggal 23 Mei 1920.
· Organisasi front
Persatuan Nasional “Konsentrasi Radikal” didirikan pada Nopember 1918 yang
beranggotakan Serikat Islam, Budi Utomo, Insulinde, Pasundan dan ISDV (PSHD).
Tuntutannya: adanya UUD, Parlemen, dan pemerintah yang demokratis, lebih
mengokohkan kesatuan Nasion Indonesia. Partai Komunis Indonesia (PKI), yang
lahir 23 Mei 1920, sebagai peleburan diri ISDV, dalam waktu yang singkat
mempunyai pengaruh bukan hanya dikalangan kaum buruh, tetapi juga dikalangan
kaum tani dan lapisan lain dari rakyat Indonesia dan ini menunjukkan bahwa PKI
telah tampil sebagai pelopor gerakan kemerdekaan nasional. Ini adalah sesuai
dengan tuntutan obyektif perkembangan,bahwa gerakan kemerdekaan nasional
Indonesia merupakan bagian dari perjuangan proletariat dunia.Karena itu
PKIbukan hanya mengambil bagian yang menentukan, tetapi harus memegang peranan
memimpin agar kemerdekaan nasional merupakan syarat untuk mencapai pembebasan
klas buruh dari penindasan imperialisme.
· Pesatnya
perkembangan PKI, bersamaan pesatnya gerakan revolusioner, membuat kolonial
Belanda, menjadi berang. Provokasi pun dilancarkan dalam berbagai bentuk,
seperti pemecatan-pemecatan terhadap kaum buruh, penangkapan-penangkapan
terhadap kaum tani, pelarangan terhadap suratkabar-suratkabar dan pembubaran
sekolah-sekolah yang didirikan PKI.
· 25 Desember tahun
1925 berketepatan Natal diakhir tahun itu, para pimpinan Partai Komunis
Indonesia melaksanakan Konferensi Comite Central di Prambanan, Yokyakarta.
Sardjono yang sebelumnya adalah pimpinan Sarikat Islam Sukabumi memimpin
pertemuan, berhasil menyepakati keputusan yang menentukan. Padahal pada saat
itu para pimpinan-pimpinan partai yang lain; Semaoen, Darsono, Tan Malaka, Ali
Archam, Alimin Prawirodirdjo, Musso, Haji Misbach, dan Mas Marco Kartodikromo
berada dipembuangan, dipenjarakan atau dalam keadaan sedang dijadikan kearah
operasi penangkapan oleh pemerintah kolonial Belanda. Konferensi menghasilkan
keputusan yang dikenal sebagai Keputusan Prambanan. Keputusan
Prambananmenyebutkan: ”Perlunya mengadakan aksi bersama, mulai dengan
pemogokan-pemogokan dan disambung dengan aksi senjata. Kaum tani supaya
dipersenjatai dan serdadu-serdadu harus ditarik dalam pemberontakan ini”.
Pemberontakan diputuskan oleh Pertemuan Prambanan, dijadwalkan dimulai 18 Juni
1926. Tapi dengan berbagai alasan pemberontakan itu baru meletus 12 November
1926.
· Mei 1923 Semaun
ditangkap, kemudian diasingkan ke pulau Timor oleh pemerintah kolonial Belanda
atas dakwaan memimpin pemogokan kaum buruh, tapi pemerintah kolonial akhirnya
memutuskan dia diasingkan ke luar negeri, tepatnya ke Uni Sovyet. Haji Misbah
pada Januari 1924 ditangkap dengan tuduhan pemicu pemboman pada arak-arakan
Susuhunan Raja Surakarta, di upacara Sekatenan pada 20 Oktober 1923 pukul
21.30. Dia bersama keluarganya dibuang ke Manokwari, Papua, pada tahun 1926
Haji Misbah meninggal dipembuangan. Ali Archam dibuang ke Digul juga meninggal
dipembuangan.
· Pemberontakan
meletus dibeberapa kota, Jakarta, Solo, Boyolali, Tasikmalaya, Kediri,
Pekalongan, Ciamis, Banyumas, Sawahlunto, Padang Panjang, Padang Sibusuk,
Silungkang, Indramayu, Majalengka, Kuningan dan
Banten.
· Di Batavia sebutan
kolonial pada waktu itu untuk Jakarta, pemberontakan dimulai pada 12 November
1926, tengah malam. Sasaran penyerbuan di Jakarta diarahkan pada kantor telepon
yang berhasil diduduki, merusak kantor dan memutuskan hubungan komunikasi.
Penjara Glodok diserbu dan dibuka paksa, para tahanan politik dibebaskan. Pos
polisi di Pejagalan dan rumah kepala pemerintahan di Pejaringan dibakar. Hampir
semua kantor-kantor milik pemerintah kolonial dirusak, jalan-jalan dihadang
dengan barikade-barikade. Di Jatinegara, di rumah Asisten Residen, Mr. Cornelis
terjadi bentrok bersenjata. Di Tangerang markas Velt Politie berhasil diduduki.
· Pemberontakan di
Banten, rumah-rumah pamong praja diserbu, di Petri, Cening dan Pagelaran.
Peledakan jembatan dan pemutusan komunikasi telepon. Karena Pusat Komite
pemberontakan di Bandung, maka pemberontakan di seluruh Jawa Barat dan Jakarta
serentak dimulai pada tengah malam 12 November, sesuai dengan hasil keputusan
Comite Central. Konvoi militer yang sedang melintas dijalan antara Kadujawen
dan Kadugedong pada tanggal 14 November 1926 dihadang. Pertempuran
terjadi dimana-mana, meski tak seimbang terutama persenjataannya, pemberontakan
di Banten bertahan hingga satu bulan.
· PKI Comite Banten
merupakan Cabang ke-37 sebagai Comite terakhir waktu itu dibentuk Comite
Central PKI. Dimula pembentukannya hanya beranggota sekitar 1.200 orang pada
November 1925. Pada Februari 1926 meningkat menjadi 12.000 orang, termasuk 500
orang perempuan. Peningkatan jumlah anggota yang demikian pesat, penyebabnya
adalah, tingginya pajak yang dipatok pemerintah kolonial terhadap rakyat,
terutama kaum tani. Itu pulalah yang membuat Keputusan Perambanan disambut
antusias. Pemberontakan pada 12 November di Banten, menewaskan seorang Belanda
bernama Benyamin, seorang pegawai Kereta Api di Menes, Banten, juga para
Wedana, asisten Wedana (Camat) dan Polisi.
· Di Priangan
pemberontakan di bulan November itu, dilakukan dengan menyerbu pos
Polisi Nagrek, memutus jembatan jalan raya di Cirankas, memutus rel kereta
api diatas sungai Citiis. Pemberontakan juga melakukan
penyerbuan ke rumah-rumah pamong praja dan kantor telepon, aksi pembakaran di
Cimahi dan Batu Jajar. Penghancuran gedung-gedung pemerintah dengan bom di
Tasik Malaya. Pertempuran menghadang konvoi tentara Belanda di Cisarua pada 13
November, dan pertempuran terbuka antara Padeglang dan Cisarua, juga dekat
Padalarang. Pemutusan hubungan komunikasi di enam tempat dengan memutuskan
kawat telepon.
· Di Solo
pemberontakan meletus pada 17 November 1926 malam. Pada malam itu ratusan
orang menyerbu kantor dan rumah Panewu Sawahan di Boyolali, yang
dijaga kuat oleh polisi. Bentrokan senjata berlangsung sampai 24 November,
menyerbu pos-pos polisi, melakukan pengerusakan gardu dan pemutusan kawat
listrik, membakar gedung-gedung milik Onderneming. 17 November 1926 malam,
rakyat menyerbu rumah Camat Ulu Jati, dan berbagai sasaran lainnya didaerah
Pemalang. Didaerah Banyumas dan Kedu sekitarnya pemberontakan tak terjadi,
disebabkan bocornya rencana pemberontakan. Pemerintahan kolonial didaerah itu terlebih
dulu melakukan penangkapan terhadap pimpinan-pimpinan pemberontakan.
· Di Sumetera Barat
pemberontakan, baru dimulai pada Januari 1927, setelah pemerintah kolonial
dapat menguasai situasi di Jawa diakhir tahun 1926, tepatnya bulan Desember.
Benar bahwa pimpinan pemberontakan Sumatera Barat telah mengetahui bahwa
keputusan Konferensi Prambanan, pemberontakan dilakukan pada November 1926.
Namun keputusan hari pelaksanaannya belum didapat kabar sampai Desember 1926.
Pada Desember 1926 itu akhirnya pimpinan pemberontakan mengadakan pertemuan,
dengan keputusan pemberontakan akan dilakukan pada Januari
1927.
· 1 Januari 1927
malam, pemberontakan dimulai. Pertempuran terjadi di Sawahlunto, Silungkang dan
Padang Sibusuk. Seorang Letnan Belanda dan Kepala Nagari Padang
Sibusuk tewas terbunuh. Di Muara Klaban terjadi pertempuran dengan pasukan
polisi lapangan. Penyerangan juga terjadi terhadap polisi yang menjaga jalan
kereta api antara Muara Kelantan dan Sawahlunto. Pada waktu yang bersamaan
penyerangan juga terjadi di Padang Sibusuk dan Tanjung Ampulu, pemberontakan
merambat sampai ke Sungai Lasi, Air Angat Keruh di Koto Gadang, Pasar Ambacang.
Benterokan bersenjata masih berlangsung sampai Maret
1927.
· Pasca pemberontakan
di tahun !926-1927 yang terjadi diberbagai kota itu, pemerintah kolonial
menangkap 13.000 orang, sebagian ditembak mati, 4.500 orang dijebloskan ke
penjara, dan sebanyak 1.308 orang dikirim kepembuangan ke Boven Digul, Papua.
Dari 13.000 orang yang ditangkap di pasca pemberontakan itu 1.300 orang,
diantaranya 4 orang yang divonnis mati, 9 orang yang divonnis seumur hidup dan
99 orang di buang ke Boven Digul, adalah orang-orang yang berasal dari Banten.
· Mereka yang
dieksekusi mati ditiang gantungan: Egom, Hasan Bakri dan Dirdja, dari penjara
Ciamis, Haji Sukri dengan 5 orang temannya dari penjara Pandeglang, H. Hasan
dari Cimaremeh dari penjara Garut, Karta Wirya dan Amen dari penjara
Padalarang, Oyod dari Nagrek, Manggulung, Muhammad Yusuf, Sampono Kayo dan
Baharuddin gelar Bain dari penjara Sawahlunto. Pemberontakan dikalahkan, Partai
Komunis Indonesia dilarang kolonial Belanda.
· Pada tahun 1933,
suatu pemberontakan terjadi dikapal perang Belanda, Zeven Provincien. Kapal
perang itu diambil alih oleh pelaut-pelaut Indonesia dan Belanda yang bersatu
padu di dalamnya. Kapal yang di bombardier terus menerus oleh pemerintah
kolonial Belanda tidak memadamkan solidaritas pelaut-pelaut Indonesia dan
Belan25 Desember tahun 1925 berketepatan Natal diakhir tahun itu, para pimpinan
Partai Komunis Indonesia melaksanakan Konferensi Comite Central di Prambanan,
Yokyakarta. Sardjono yang sebelumnya adalah pimpinan Sarikat Islam
Sukabumi memimpin pertemuan, berhasil menyepakati keputusan yang menentukan.
Padahal pada saat itu para pimpinan-pimpinan partai yang lain; Semaoen,
Darsono, Tan Malaka, Ali Archam, Alimin Prawirodirdjo, Musso, Haji Misbach, dan
Mas Marco Kartodikromo berada dipembuangan, dipenjarakan atau dalam keadaan
sedang dijadikan kearah operasi penangkapan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Konferensi menghasilkan keputusan yang dikenal sebagai Keputusan
Prambanan. Keputusan Prambanan menyebutkan: ”Perlunya
mengadakan aksi bersama, mulai dengan pemogokan-pemogokan dan disambung dengan
aksi senjata. Kaum tani supaya dipersenjatai dan serdadu-serdadu harus ditarik
dalam pemberontakan ini”. Pemberontakan diputuskan oleh Pertemuan Prambanan,
dijadwalkan dimulai 18 Juni 1926. Tapi dengan berbagai alasan pemberontakan itu
baru meletus 12 November 1926.
· Mei 1923 Semaun
ditangkap, kemudian diasingkan ke pulau Timor oleh pemerintah kolonial Belanda
atas dakwaan memimpin pemogokan kaum buruh, tapi pemerintah kolonial akhirnya
memutuskan dia diasingkan ke luar negeri, tepatnya ke Uni Sovyet. Haji Misbah
pada Januari 1924 ditangkap dengan tuduhan pemicu pemboman pada arak-arakan
Susuhunan Raja Surakarta, di upacara Sekatenan pada 20 Oktober 1923 pukul
21.30. Dia bersama keluarganya dibuang ke Manokwari, Papua, pada tahun 1926
Haji Misbah meninggal dipembuangan. Ali Archam dibuang ke Digul juga meninggal
dipembuangan.
· Pemberontakan
meletus dibeberapa kota, Jakarta, Solo, Boyolali, Tasikmalaya, Kediri,
Pekalongan, Ciamis, Banyumas, Sawahlunto, Padang Panjang, Padang Sibusuk, Silungkang,
Indramayu, Majalengka, Kuningan dan
Banten.
· Di
Batavia sebutan kolonial pada waktu itu untuk Jakarta, pemberontakan dimulai
pada 12 November 1926, tengah malam. Sasaran penyerbuan di Jakarta diarahkan
pada kantor telepon yang berhasil diduduki, merusak kantor dan memutuskan
hubungan komunikasi. Penjara Glodok diserbu dan dibuka paksa, para tahanan
politik dibebaskan. Pos polisi di Pejagalan dan rumah kepala pemerintahan di
Pejaringan dibakar. Hampir semua kantor-kantor milik pemerintah kolonial
dirusak, jalan-jalan dihadang dengan barikade-barikade. Di Jatinegara, di rumah
Asisten Residen, Mr. Cornelis terjadi bentrok bersenjata. Di Tangerang markas
Velt Politie berhasil diduduki.
· Pemberontakan di
Banten, rumah-rumah pamong praja diserbu, di Petri, Cening dan Pagelaran.
Peledakan jembatan dan pemutusan komunikasi telepon. Karena Pusat Komite
pemberontakan di Bandung, maka pemberontakan di seluruh Jawa Barat dan Jakarta
serentak dimulai pada tengah malam 12 November, sesuai dengan hasil keputusan
Comite Central. Konvoi militer yang sedang melintas dijalan antara Kadujawen
dan Kadugedong pada tanggal 14 November 1926 dihadang. Pertempuran
terjadi dimana-mana, meski tak seimbang terutama persenjataannya, pemberontakan
di Banten bertahan hingga satu bulan.
· PKI Comite Banten
merupakan Cabang ke-37 sebagai Comite terakhir waktu itu dibentuk Comite
Central PKI. Dimula pembentukannya hanya beranggota sekitar 1.200 orang pada
November 1925. Pada Februari 1926 meningkat menjadi 12.000 orang, termasuk 500
orang perempuan. Peningkatan jumlah anggota yang demikian pesat, penyebabnya
adalah, tingginya pajak yang dipatok pemerintah kolonial terhadap rakyat,
terutama kaum tani. Itu pulalah yang membuat Keputusan Perambanan disambut
antusias. Pemberontakan pada 12 November di Banten, menewaskan seorang Belanda
bernama Benyamin, seorang pegawai Kereta Api di Menes, Banten, juga para
Wedana, asisten Wedana (Camat) dan Polisi.
· Di Priangan
pemberontakan di bulan November itu, dilakukan dengan menyerbu pos
Polisi Nagrek, memutus jembatan jalan raya di Cirankas, memutus rel kereta
api diatas sungai Citiis. Pemberontakan juga melakukan
penyerbuan ke rumah-rumah pamong praja dan kantor telepon, aksi pembakaran di
Cimahi dan Batu Jajar. Penghancuran gedung-gedung pemerintah dengan bom di
Tasik Malaya. Pertempuran menghadang konvoi tentara Belanda di Cisarua pada 13
November, dan pertempuran terbuka antara Padeglang dan Cisarua, juga dekat
Padalarang. Pemutusan hubungan komunikasi di enam tempat dengan memutuskan
kawat telepon.
· Di Solo
pemberontakan meletus pada 17 November 1926 malam. Pada malam itu ratusan
orang menyerbu kantor dan rumah Panewu Sawahan di Boyolali, yang
dijaga kuat oleh polisi. Bentrokan senjata berlangsung sampai 24 November,
menyerbu pos-pos polisi, melakukan pengerusakan gardu dan pemutusan kawat
listrik, membakar gedung-gedung milik Onderneming. 17 November 1926 malam,
rakyat menyerbu rumah Camat Ulu Jati, dan berbagai sasaran lainnya didaerah Pemalang.
Didaerah Banyumas dan Kedu sekitarnya pemberontakan tak terjadi, disebabkan
bocornya rencana pemberontakan. Pemerintahan kolonial didaerah itu terlebih
dulu melakukan penangkapan terhadap pimpinan-pimpinan pemberontakan.
· Di Sumetera Barat pemberontakan,
baru dimulai pada Januari 1927, setelah pemerintah kolonial dapat menguasai
situasi di Jawa diakhir tahun 1926, tepatnya bulan Desember. Benar bahwa
pimpinan pemberontakan Sumatera Barat telah mengetahui bahwa keputusan
Konferensi Prambanan, pemberontakan dilakukan pada November 1926. Namun
keputusan hari pelaksanaannya belum didapat kabar sampai Desember 1926. Pada
Desember 1926 itu akhirnya pimpinan pemberontakan mengadakan pertemuan, dengan
keputusan pemberontakan akan dilakukan pada Januari
1927.
· 1 Januari 1927
malam, pemberontakan dimulai. Pertempuran terjadi di Sawahlunto, Silungkang dan
Padang Sibusuk. Seorang Letnan Belanda dan Kepala Nagari Padang
Sibusuk tewas terbunuh. Di Muara Klaban terjadi pertempuran dengan pasukan
polisi lapangan. Penyerangan juga terjadi terhadap polisi yang menjaga jalan
kereta api antara Muara Kelantan dan Sawahlunto. Pada waktu yang bersamaan
penyerangan juga terjadi di Padang Sibusuk dan Tanjung Ampulu, pemberontakan
merambat sampai ke Sungai Lasi, Air Angat Keruh di Koto Gadang, Pasar Ambacang.
Benterokan bersenjata masih berlangsung sampai Maret
1927.
· Pasca pemberontakan
di tahun !926-1927 yang terjadi diberbagai kota itu, pemerintah kolonial
menangkap 13.000 orang, sebagian ditembak mati, 4.500 orang dijebloskan ke
penjara, dan sebanyak 1.308 orang dikirim kepembuangan ke Boven Digul, Papua.
Dari 13.000 orang yang ditangkap di pasca pemberontakan itu 1.300 orang,
diantaranya 4 orang yang divonnis mati, 9 orang yang divonnis seumur hidup dan
99 orang di buang ke Boven Digul, adalah orang-orang yang berasal dari Banten.
· Mereka yang
dieksekusi mati ditiang gantungan: Egom, Hasan Bakri dan Dirdja, dari penjara
Ciamis, Haji Sukri dengan 5 orang temannya dari penjara Pandeglang, H. Hasan
dari Cimaremeh dari penjara Garut, Karta Wirya dan Amen dari penjara
Padalarang, Oyod dari Nagrek, Manggulung, Muhammad Yusuf, Sampono Kayo dan
Baharuddin gelar Bain dari penjara Sawahlunto. Pemberontakan dikalahkan, Partai
Komunis Indonesia dilarang kolonial Belanda.
· Pada tahun 1933,
suatu pemberontakan terjadi dikapal perang Belanda, Zeven Provincien. Kapal
perang itu diambil alih oleh pelaut-pelaut Indonesia dan Belanda yang bersatu
padu di dalamnya. Kapal yang di bombardier terus menerus oleh pemerintah
kolonial Belanda tidak memadamkan solidaritas pelaut-pelaut Indonesia dan
Belanda. Sekalipun pemberontakan itu bisa dipadamkan, namun ia telah
menimbulkan kepercayaan diri yang lebih besar terhadap puluhan juta rakyat Indonesia.
Kepercayaan akan memenangkan perjuangannya dalam melawan imperialisme
Belanda.
· Pada tahun 1938,
Muso, kembali ke Indonesia, dan berhasil membangun kembali Partai Komunis
Indonesia, bergerak secara illegal. Mr. Amir Syarifudin, Wikana, Widarta,
membentuk Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia). Menggalang perlawanan melawan
fasisme Jepang. Gerakan anti fasis sebelum perang dunia II ini, memberikan
bentuk yang lebih konkrit dalam gerakan nasional Indonesia. Gerindo dibawah
pimpinan tokoh-tokoh komunis ini berusaha membangun front persatuan nasional
pada 1939 yang menyatukan Parindra, Gerindo, Pasundan, Persatuan
Minahasa, PSII, Partai Islam Indonesia, Persatuan Politik Katolik Indonesia,
dengan nama GAPI (Gabungan Politik Indonesia}, melakukan Indonesia berparlemen.
Gerakan ini semakin mengukuhkan Indonesia sebagai satu nasion. Sekalipun
pemberontakan itu bisa dipadamkan, namun ia telah menimbulkan kepercayaan diri
yang lebih besar terhadap puluhan juta rakyat Indonesia. Kepercayaan akan memenangkan
perjuangannya dalam melawan imperialisme Belanda.
· Pada tahun 1938,
Muso, kembali ke Indonesia, dan berhasil membangun kembali Partai Komunis
Indonesia, bergerak secara illegal. Mr. Amir Syarifudin, Wikana, Widarta,
membentuk Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia). Menggalang perlawanan melawan
fasisme Jepang. Gerakan anti fasis sebelum perang dunia II ini, memberikan
bentuk yang lebih konkrit dalam gerakan nasional Indonesia. Gerindo dibawah
pimpinan tokoh-tokoh komunis ini berusaha membangun front persatuan nasional
pada 1939 yang menyatukan Parindra, Gerindo, Pasundan, Persatuan
Minahasa, PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia), Persatuan Politik Katolik
Indonesia, dengan nama GAPI (Gabungan Politik Indonesia}, melakukan Indonesia berparlemen.
Gerakan ini semakin mengukuhkan Indonesia sebagai satu
nasion.
· Pada bulan Maret
1941, akibat serangan imperialisme Jepang, Belanda terpaksa melepaskan Hindia
Belanda, dari tanah jajahannya.
· Gerakan anti Fasis
yang diorganisir ini akhirnya tercium oleh penguasa Jepang. Amir Syarifudin
ditangkap diadili diputuskan hukuman mati namun kedekatan Bung Karno
dengan penguasa Jepang akhirnya dirubah menjadi hukuman seumur
hidup. Empat tokoh PKI yang bersama Amir Syarifudin ditangkap, disiksa secara
biadab hingga tewas. Perjuangan melawan kekuasaan pendudukan militer Jepang
berlanjut terus. Rakyat Indonesia melanjutkan perjuangan revolusionernya dalam
bentuk-bentuk sabotase di pabrik-pabrik, merusak rel-rel kereta api yang digunakan
tentara pendudukan, mengorganisir pemberontakan tani (di Singaparna, Indramayu,
Tanah Karo Sumatera Utara dan Blitar), mendorong pengorganisasian pemberontakan
didalam pasukan-pasukan tentara pendudukan Jepang antara lain di Blitar. Juga
mendorong perlawanan kaum intelektual, mahasiswa, pelajar dan pemuda.
· 17 Agustus 1945,
rakyat Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya setelah diumumkannya Jepang
menyerah kepada Sekutu dalam perang dunia II. Tapi, seketika itu juga Republik
Indonesia yang masih muda ini harus menghadapi musuh-musuhnya yang kuat, yang
menjadi pemenang-pemenang Perang Dunia II, khususnya Inggeris dan Belanda yang
didukung imperialisme Amerika Serikat. Disamping menggunakan angkatan
bersenjata yang didukung persenjataan modern dibanding dengan yang digunakan
oleh kekuatan bersenjata Republik Indonesia, kaum imperialis juga menggunakan
senjata politik dan diplomasi. Kaum imperialis mendirikan negara-negara boneka,
mengepung Republik dan berusaha memecah belah kekuatan revolusi dari dalam
dengan mempergunakan orang-orang reaksioner yang mempunyai kedudukan penting di
Republik.
· Pada Januari 1948,
dengan menggunakan intrik-intrik politik, intimidasi-intimidasi dan dengan
bantuan klik reaksioner dan komprador didalam pemerintahan Republik, berhasil
menggulingkan pemerintahan revolusioner Amir Syarifudin. Amerika Serikat
mendesak Belanda dan Indonesia agar melangkah pada perundingan melakukan
kompromi-kompromi, mulai dari Perundingan Linggar Jati dan Renvile. Kabinet Amir
Syarifudin yang didukung banyak partai-partai termasuk partai besar PNI dan
Masyumi, maju ke Perundingan Linggar Jati dan Renvile. Perundingan
mencapai persetujuan yang membuahkan wilayah kekuasaan militer Belanda menjadi
semakin luas, berarti wilayah kekuasaan Republik semakin menyusut. Partai besar
yang mendukung Kabinet Amir, PNI dan Masyumi keluar dari kabinet. Amir
Syarifudin lalu mengembalikan mandat kepada Presiden.
· Segera setelah itu
Presiden menyerahkan pembentukan kabinet kepada Wakil Presiden Moh. Hatta.
Kabinet yang dipimpin Moh. Hatta sama sekali tidak mengikutkan wakil-wakil dari
kaum komunis dan yang dianggap kiri. Dengan memaklumatkan “reorganisasi dan
rasionalisasi” kekuatan bersenjata, Moh. Hatta secara terbuka telah menyatakan
anti komunis dan anti golongan progressif lainnya. Pada 8 Mei 1948 Hatta
bersama pimpinan tentara, Sudirman, Nasution, Latief, Subiyakto dan Suryadarma
mengadakan sidang Dewan Siasat Militer yang memutuskan 1. TNI Masyarakat
secepat mungkin dibubarkan. 2. Hatta bersedia memberi basis militer kepada
Amerika Serikat yang ditukar dengan senjata.
· Pada Het Corps
Algemene Politie the Batavia, terdapat laporan yang sangat rahasia 1 April
1948, antara lain berbunyi: Sementara itu telah diadakan pertemuan rahasia
antara Graham, Soekarno dan Soekiman. Graham mengatakan Indonesia dianggap
layak untuk dimasukkan dalam pelaksanaan bantuan Marshall Plan untuk Asia
Tenggara, agar pemerintah membendung semua kegiatan sayap kiri sebagai syarat
utama.
· Pada pemerintahan
Hatta pasukan divisi Siliwangi hijrah dari Jawa Barat dan tersebar diwilayah
eks keresidenan Surakarta. 21 Juli 1948 ada pertemuan di Hotel Heisje Hansje
Sarangan Madiun. Pertemuan itu dihadiri Grald Hopkins (penasihat politik
Presiden Truman), Merle Cochran (wakil baru Amerika Serikat, pengganti Graham
dalam Komisi Jasa-jasa Baik), Soekarno, Hatta, Sukiman (ketua Masyumi dan
Menteri Dalam Negeri), Mohammad Roem (Masyumi) dan Kepala Polisi Soekanto
(Roger Vaillan, Borobudur). Pertemuan itu tidak dihadiri wakil dari PNI
meskipun PNI masuk dalam Kabinet Hatta. Setelah pertemuan Sarangan atas laporan
Cochran, State Departmen (Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat), sudah
sepantasnya posisi Hatta harus diperkuat secepatnya. Lalu Kepala Polisi
Soekanto diutus ke Amerika Serikat untuk menerima bantuan. Bantuan
yang diterima Hatta sebanyak 56 (Lima Puluh Enam) juta dollar AS. Bantuan ini
digunakan Hatta antara lain untuk Divisi Siliwangi. Dimulailah babak baru
pembasmian kembali Partai Komunis Indonesia yang semula dilakukan oleh kolonial
Belanda dan tentara pendudukan Jepang.
· Pada Agustus 1948
tanpa kehadiran Panglima Soedirman, pimpinan Angkatan Darat mengadakan
pertemuan, pertemuan itu mensinyalir adanya ancaman PKI terhadap jalannya
perundingan dengan Belanda, keamanan dalam negeri dan
reorganisasi-rasionalisasi TNI. Nasution mengatakan kesediaannya menggunakan
Divisi Siliwangi sebagai kekuatan penghancur PKI.
· Bermula ada tindakan
penculikan terhadap Slamet Widjaja dan Pardijo, keduanya anggota PKI Solo,
Slamet Widjojo adalah juga sekretaris FDR (Front Demokrasi Rakyat). Keduanya
dinyatakan diculik oleh gerombolan liar, ternyata keduanya
ditahan dipabrik gula Tasik Madu yang dijadikan markas satu kesatuan
dari Pasukan Siliwangi. Lalu disekap di kamp pemerintah di Yokja.
Letkol Suadi, Komandan Divisi IV/Panembahan Senopati, pada 7 September 1948,
menugaskan Mayor Esmara Sugeng, Kapten Sutarto, Kapten Suprapto, Kapten Supardi
dan Kapten Suradi mengusut penculikan. Namun kelimanya tidak kembali, hanya
sepeda mereka yang dijumpai didepan Markas Kompi Lucas, kesatuan Kompi Divisi
Siliwangi. Pada 8 September 1948, diutus Letkol Suarman untuk menyelesaikan hal
yang sama, perwira inipun tidak kembali. Sehari sebelumnya tanggal 7 September
1948 terjadi penculikan terhadap hampir semua perwira dan beberapa perajurit
anak buah Letkol Yadau dari Brigade TLRI (Tentara Laut Republik Indonesia),
bersama dengan empat orang perwira staf Satuan Laut Overste Sujoto. Mereka yang
diculik ini ditahan di Markas Batalyon Rukman ( kesatuan Divisi Siliwangi) di
Srambatan. Diantara mereka yang diculik ada yang dibunuh.
· Malam hari tanggal 8
September Barisan Banteng yang berkoordinasi dengan pasukan pemerintah
menyerang Markas Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) di Solo, lalu membawa
arsip-arsip Pesindo dan menculik perwira-perwira yang sedang berada di markas
tersebut. 9 September 1948 Suadi Komandan Panembahan Senopati mendapat izin
dari Panglima Soedirman utuk mengadakan penyelidikan terhadap
peristiwa-peristiwa penculikan-penculikan dan pembunuhan-pembunuhan yang
terjadi di kota Solo. Suardi menugaskan Letkol Sunarto. Akan tetapi Letkol
Sunarto, yang bertugas tak kembali, ditahan di Markas Siliwangi Srambatan.
Suadi minta agar Letkol Sunarto dikembalikan dan mengultimatum Kesatuan
Siliwangi Srambatan. Sebelum ultimatum itu berakhir Suadi menugaskan Mayor
Sutarno dari kesatuan ALRI ke Srambatan. Ketika Mayor Sutarno tiba di Markas
Siliwangi Srambatan langsung ditembak. Akibatnya Markas Siliwangi Srambatan
langsung diserbu Satuan Panembahan Senopati dan Satuan Brigade Suyoto. Panglima
Soedirman memerintahkan genjatan senjata.
· 13 September 1948
Dr. Muwardi pimpinan Barisan Banteng, hilang dan tidak kembali. Barisan Banteng
mengultimatum Pesindo, agar Pesindo mengembalikan Dr. Muwardi. Tapi sebelum
ultimatum itu berakhir waktunya, Barisan Banteng telah menyerbu markas
Pesindo. Ultimatum Barisan Banteng membuat Satuan Laut Yadau bergerak dari
daerah demarkasi menuju Solo, dengan maksud membantu Pesindo. Satuan Laut Yadau
yang masuk lewat Utara dan Barat dihadang pasukan Siliwangi, sedang pasukan
Panembahan Senopati yang memungkinkan dapat membantu berada jauh dibagian
Selatan kota Solo.
· Musso bersama Amir
pada waktu itu sedang berada di Cepu dalam rangka kampanye tentang Kongres V
PKI (atau yang disebut juga Kongres Fusi tiga partai Marxis: PKI, Partai
Sosialis, dan Partai Buruh), yang direncanakan pada Oktober 1948. Mendengar
peristiwa penembakan Mayor Sutarno, Amir Syarifudin sebagai Ketua Komisi
Militer Comite Central, mengintruksikan Sakirman sebagai Wakil Ketua Komisi)
dan perwira-perwira lain yang setuju dengan garis perjuangan PKI datang ke Solo
agar melokalisir peristiwa Solo tidak menjalar ke daerah lain. Panglima
Soedirman memerintahkan genjatan senjata. Namun Divisi Siliwangi dengan
terang-terangan melanggarnya masuk ke kota Solo. 15 September 1948. Pasukan
Panembahan Senopati dan TLRI menyerang Pasukan Siliwangi. 16 September 1948
gedung Dewan Pusat Pesindo di jalan Singosaren diserbu Pasukan Siliwangi dan
Barisan Banteng. Maka kota Solo pun menjadi medan pertempuran.
· Selang waktu itu
pula ada pertemuan Soedirman, AH Nasution dan Gatot Subroto, Panglima Soedirman
menunjuk Gatot Soebroto sebagai Gubernur Militer daerah Surakarta dan Semarang.
Segera setelah ditunjuk menjadi Gubernur Militer, Gatot Soebroto langsung
memerintahkan pada Divisi Siliwangi menggempur semua pasukan yang disebutnya
pasukan pengacau. Pasukan Panembahan Senopati, TLRI dan Pesindo akhirnya
menyingkir dari daerah Surakarta.
· Di Madiun mulai
terjadi berbagai provokasi lewat perampokan-perampokan yang dilakukan SR
(Serikat Rakyat), akan tetapi yang menjadi sasaran penangkapan adalah
orang-orang PKI meski dilepas karena tak terbukti. Terjadi pertempuran kecil
antara Pasukan Siliwangi dan Mobrig dengan Brigade 29.
· Dalam keadaan yang
demikian Residen Madiun Samadikun tak ada ditempat. Mengatasi kekosongan itu
Wakil Walikota Soepardi diangkat sebagai Residen Sementara, usulan ini datang
dari Front Demokrasi Rakyat (FDR) dan disetujui Wakil Residen Sidharto, karena
dia merasa tidak mampu mengatasi keadaan yang kacau dan juga Walikota Madiun
Probosisworo yang sakit-sakitan.
· Setelah pelantikan
Soepardi sebagai Residen di Madiun Overste Soemantri Komandan Sub Teritorial
mengirim telegram kepada Presiden Soekarno di Jokja, juga kepada Perdana
Menteri dan Menteri Dalam Negeri. Telegram tersebut meminta intruksi lebih
lanjut. Juga menyebutkan keputusan pengangkatan Soepardi bersifat sementara
sampai Residen Madiun Samadikun kembali bertugas. Atas dasar telegram itu
Soedirman mengutus overste Soeharto melakukan peninjauan ke Madiun. Di Madiun
Soeharto disambut Gubernur Militer Sumarsono, diajak meninjau seluruh kota dan
penjara-penjara di Madiun. Keadaan kota aman dan tak terdapat tahanan politik.
· Anehnya oleh Hatta
didepan Rapat BPKNIP mengatakan: “Entah benar entah tidak, di Madiun ada
pemberontakan PKI Musso”. Pernyataan ini pulalah menjadi dasar,
melancarkan penumpasan terhadap orang-orang komunis dan oganisasinya. 18
September 1948 pada pagi buta, para peserta Konferensi SBKA (Serikat Buruh
Kereta Api) di Jokja digrebeg Mobrig (Mobil Brigade), para peserta ditangkapi
dan dipenjarakan. Bukan hanya ke 100-an peserta Konferensi yang dipenjarakan,
2000 orang komunis dan yang dianggap berfikiran sama dengannya di sekitar Jokja
turut dipenjarakan. Mereka dituduh terkait pemberontakan di Madiun. Kebohongan
yang terjadi adalah pemberontakan Madiun itu sendiri mereka katakan terjadi
pada 18 September 1948.
· Bermula, “entah
benar entah tidak, di Madiun ada pemberontakan PKI Musso”pernyataan Hatta
itu, 8000 anggota PKI dibunuh (menurut Reid) dan tokoh-tokoh PKI dibantai dan
dikubur satu liang di desa Ngalihan, Solo. Sardjono, anggota Polit Biro CC PKI,
Maruto Darusman, anggota Polit Biro CC PKI dan Ketua Umum Sarbupri, Suripno,
anggota Polit Biro CC PKI, ex anggota Pekerja Federasi Pemuda Demokratik
Sedunia dan ex Duta Istimewa RI di Eropah Timur, Harjono anggota Polit Biro CC
PKI dan Ketua Umum SOBSI, Mr. Amir Syarifudin anggota Polit Biro CC PKI, ex
Perdana Menteri RI dan ex Menteri Pertahanan RI, Oei Gee Hwat, anggota PKI dan
anggota Central Biro SOBSI, Soekarno, anggota PKI dan anggota Dewan Pusat
Pesindo, Rono Marsono, anggota PKI, D. Mangku, anggota PKI, Pemimpin Majalah
Bangun, Katam Hadi anggota PKI, ex Jenderal Mayor ALRI, Djoko Soejono, anggota
PKI, Jenderal Mayor TNI. 41 orang di Magelang diberondong mati, salah seorang
diantaranyanya meloloskan diri kemudian bergabung bergerilya di Merbabu dan
Merapi. Di Kediri berpuluh-puluh orang, termasuk Dr. Roestam anggota fraksi PKI
di BPKNIP di bunuh. Di Pati antara lain Dr. Wiroreno, Sekretaris Comite PKI
Pati dan Ketua Pemerintahan Front Nasional Pati, ditembak mati oleh Pasukan
Siliwangi dialun-alun Pati.
· Disamping ribuan
yang dibunuh, 35 ribu orang lagi yang dipenjarakan. Setelah penumpasan
orang-orang komunis, pasukan hijrah Divisi Siliwangi yang semula tersebar
diseluruh Keresidena Surakarta, menghilang. Sedangkan Pasukan Panembahan
Senopati yang menjadi andalan daerah Surakarta telah ditumpas. Yang selamat
menghindar menyatu dengan rakyat atau membentuk kesatuan-kesatuan kecil
bergerilya bersama rakyat. Selang tak lama sesudah itu Pasukan Belanda,
melenggang memasuki kota Solo dan Jogja tanpa perlawanan. Dan Bung Karno dan
Hatta ditawan Belanda.
· Dibulan Desember
1948, setelah mematahkan kekuartan kaum komunis dan kekuatan kaum progresif
selama dan dalam “Peristiwa Madiun” terbukalah jalan bagi pemerintahan Hatta
melakukan kompromi-kompromi dengan pemerintah Belanda. Dibawah acuan
wakil-wakil imperialis Amerika Serikat, pemerintahan Moh. Hatta dan Pemerintah
Belanda menanda tangani persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB), persetujuan yang
tidak bisa lain kecuali menempatkan Indonesia sebagai negeri setengah jajahan.
Konferensi ini pulalah yang menghasilkan, persetujuan pembentukan Negara
Republik Indonesia Serikat. Semua negera-negara bentukan pemerintah Belanda dan
Republik Indonesia menjadi negara bagian. Irian Barat tetap dikuasai Belanda.
Dan hutang-hutang Hindia Belanda dibebankan kepada Indonesia, termasuk biaya
perang agresinya setelah rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
· Awal 1950-an terjadi
kebangkitan baru gerakan rakyat Indonesia setelah mendapat pukulan berat dalam
peristiwa Madiun. Aksi-aksi anti KMB dalam bentuk-bentuk
demonstrasi-demonstrasi massa rakyat dihampir seluruh kota-kota besar di
Indonesia menuntut pembatalan KMB dan pembubaran Negara-negara boneka buatan
Van Mook. Satu persatu negara-negara bagian itu (Negara Sumatera Timur, Negara
Sumatera Selatan, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Indonesia Timur,
Negara Maluku Selatan dan lain-lainnya) pada akhirnya dibubarkan, kemudian RIS
pun yang merupakan hasil perundingan KMB dibubarkan dan kembali ke Negara
Kesatuan RI dengan Undang Undang Dasar Sementara yang disusun pada tahun 1950.
· Sekalipun sejak awal
1950-an PKI telah melancarkan bentuk perjuangan demokratis parlementer – Jalan Damai
– namun kaum anti komunis dalam negeri tidak henti-hentinya mencari, bahkan
menciptakan kesempatan untuk menyerang PKI. Kaum anti Komunis tidak pernah rela
melihat muncul dan berkembangnya PKI keseluruh negeri. Pada bulan Agustus 1952,
Pemerintah Soekiman (Masyumi) melakukan razia serentak diseluruh Indonesia,
menangkapi ribuan kaum komunis dan kaum progresif lainnya, yang kemudian
dikenal sebagai “Razia Agustus Soekiman”. Perlawanan dilakukan massa rakyat
dengan demonstrasi-demonstrasi protes dikota-kota besar dan perlawanan
partai-partai oposisi di parlemen RI, bahkan dari fraksi partainya sendiri
menyebabkan pemerintah melepaskan para tahanan, bahkan menjadi bumerang bagi
pemerintah dan menjadi salah satu penyebab pemerintahan Soekiman terguling.
· Pada 17 Oktober
1952, demonstrasi bersenjata diorganisir petinggi-petinggi Angkatan Darat
mengobrak-abrik DPRS-RI di Jalan Dr. Wahidin seraya mengarahkan mulut-mulut
meriam ke Istana Merdeka. Lalu delegasi yang dipimpin oleh Kolonel AH Nasution
waktu itu menjabat KSAD mendatangi Presiden Soekarno, menuntut
ditandatanganinya sebuah Dekrit yang telah disiapkan sebelumnya. Dekrit itu
menuntut agar Presiden membubarkan parlemen RI dan termasuk juga pembubaran
PKI, yang mereka anggap telah mencampuri masalah internal Angkatan Darat.
Dengan dibubarkannya Parlemen, diharapkan akan dapat ditegakkan sebuah “Junta
Militer” yang dipayungi kewibawaan Presiden Soekarno. Peristiwa yang kemudian
dikenal sebagai “Peristiwa 17 Oktober” itu pada hakekatnya adalah juga usaha
hendak mematahkan perkembangan PKI yang mulai bangkit kembali sesudah
mendapatkan pukulan pada Peristiwa Madiun. “Peristiwa 17 Oktober” ini juga
merupakan titik awal golongan militer yang anti komunis didalam Angkatan Darat
turut campur secara langsung dalam kehidupan politik di
Indonesia.
· UUD Sementara,
adalah UUD yang bersifat sementara, Presiden harus segera menyiapkan
penyelenggaraan pemilihan Umum agar terbentuk DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan
Konstituante dan sekali gus membuat Undang-Undang Dasar menggantikan UUDS. Pada
tahun 1955 diselenggarakan pemilihan umum demokratis pertama di Indonesia untuk
memilih anggota DPR dan anggota Konstituante. Hasil dari pemilihan umum itu
membuat PKI menjadi partai empat besar, dibawah PNI,Masyumi dan NU. Sejak itu
perjuangan parlementer menjadi program perjuangan PKI yang dikombinasikan
dengan aksi-aksi massa.
· Di Tahun 1956 lahir
suatu gerakan dibeberapa daerah, yang semula hanya merupakan bentuk pernyataan
ketidak-puasan terhadap pengelolaan ekonomi didaerah-daerah, tetapi kemudian
berkembang menjadi pemberontakan sparatis PRRI/Permesta pada tahun 1957 yang
pada hakekatnya juga adalah gerakan anti komunis, seperti yang diakui Jenderal
Soeharto dalam biografinya: “Panglima-panglima Daerah dan kaum politisi yang
kecewa membentuk “dewan-dewan” dan bahkan memproklamirkan pemerintahan saingan.
Gerakan ini berakar pada perlawanan terhadap kerja sama Soekarno yang semakin
dekat dengan komunis didalam dan diluar negeri”.(VG Roeder: Soeharto dari
Prajurit sampai Presiden). Gerakan sparatis ini juga melakukan pembunuhan
terhadap anggota-anggota PKI didaerah-daerah dimana mereka berkuasa seperti
pembunuhan yang mereka lakukan di Situjuh, Sumatera Barat. Pemberontakan PRRI
(Pemeritah Revolusioner Republik Indonesia)/Permesta (Perjuangan Semesta)
merupakan pemberontakan daerah paling luas sepanjang sejarah RI. Dewan Banteng
di Sumatera Barat dipimpin Letkol Achmad Husein, Dewan Garuda di Sumatera
Selatan dipimpin Letkol Berlian, Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin
Kolonel Simbolon. Di Sulawesi, Permesta yang dipimpin Letkol Samuel.
· Pada tahun itu juga
diberlakukan Keadaan Darurat Perang (SOB) diseluruh Indonesia. Keadaan Darurat
Perang yang memberi peluang kepada militer untuk menguasai perusahaan Negara,
hasil pengambilalihan kaum buruh atas perusahaan-perusahaan Belanda dalam
rangka aksi pengembalian Irian Barat ke kedaulatan Republik Indonesia.
· Sementara itu
Konstituante hasil Pemilihan Umum 1955, setelah empat tahun menyelenggarakan
sidang-sidangnya untuk menyusun UUD RI mengalami jalan buntu. Tak ada satupun
UUD yang disusun mendapat dua pertiga suara yang merupakan syarat untuk
diterimanya sebuah rancangan UUD menjadi UUD yang syah. Bahkan untuk kembali ke
UUD 45 juga tidak mendapat persetujuan dua pertiga suara sekalipun didukung
mayoritas suara, PNI dan PKI. Untuk mengatasi ketidak adanya keputusan
sidang-sidang Konstituante dan menemui jalan buntu itu yang dipandang sebagai
kegagalan demokrasi liberal di Indonesia serta untuk mencegah perpecahan
nasional lebih lanjut akibat terjadi pemberontakan-pemberontakan diberbagai
daerah, Presiden Soekarno, memaklumatkan Dekrit 5 Juli 1959, diberlakukakannya
UUD 1945 dan membubabrkan Konstituante dan DPR hasil Pemilu 1955 serta dibentuklah
Badan Legislatif dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara Lainnya, disesuaikan dengan
Dekrit tersebut, seperti DPR-GR, Depernas dan lain-lain.
· PKI mendukung Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan sekaligus mendukung Demokrasi Terpimpin yang menyusulnya.
Pertimbangannya, bahwa Demokrasi Terpimpin dibawah Presiden Soekarno adalah
anti diktator militer dan menentang diktator perorangan. Sekalipun kekuatan
progresif sudah semakin membesar, ancaman Diktatur Militer pada waktu itu bukan
lagi ancaman yang laten melainkan telah merupakan ancaman riil dan aktual.
Kecuali itu PKI mempercayai kepemimpinan Soekarno yang menjalankan politik anti
imperialis dan berupaya melikwidasi feodalisme dengan diundangkannya UUPA dan
UUPBH.
· Priode
diberlakukannya Keadaan Darurat Perang (SOB) dan Demokrasi Terpimpin,
provokasi-provokasi masih terus dilancarkan terhadap PKI. Dimulai ketika Polit
Biro CC PKI mengeluarkan “Statemen Juli, ditahun 1960, merupakan pernyataan PKI
memberikan penilaian setahun usia Kabinet Djuanda yang bukan saja tidak
berhasil melaksanakan program-programnya, melainkan juga telah melakukan
penyelewengan terhadap Manipol dan Dekon yang menjadi haluan politik dan
ekonomi Negara pada waktu itu. Anggota-anggota Pimpinan PKI (Polit Biro CC PKI)
diintrogasi oleh Penguasa Perang Pusat, bahkan seorang diantaranya ditahan.
Sebulan kemudian terjadi apa yang juga dikenal kemudian sebagai peristiwa “Tiga
Selatan”, yaitu tindakan Penguasa Perang Daerah di Sumatera Selatan, Kalimantan
Selatan dan Sulawesi Selatan melarang kegiatan PKI didaerahnya dan menangkapi
kader-kader PKI didaerah-daerah tersebut.
· Tindakan anti
demokrasi dan anti komunis itu justru dilakukan ketika PKI dengan segenap
anggotanya baru saja mengambil bagian aktif dan memberikan korban paling besar
kader-kadernya dalam menumpas pemberontakan PRRI/Permesta bersama dengan TNI.
Hanya dengan kewaspadaan politik PKI dan campur tangan langsung Presiden
Soekarno, povokasi-provokasi itu tidak berkembang menjadi perburuan terhadap
kaum komunis seperti apa yang dilakukan pemerintah Hatta sepuluh tahun
sebelumnya dalan Peristiwa Provokasi Madiun.
· Mengapa penuturan
ini dimulai dari mula perkembangan PKI, dan pukulan-pukulan serta
provokasi-provokasi yang dialaminya. Mengapa tidak langsung pada masalahnya.
Jawabnya adalah, bahwa suatu peristiwa itu tidaklah terjadi, berdiri sendiri.
Apapun peristiwannya, pasti peristiwa itu memiliki saling hubungan dengan
adanya peristiwa-peristiwa sebelumnya. Ada benang merah antara sebab dan
akibatnya. Sejak semula berkembang dan mendapatkan simpati dan dukungan rakyat
Indonesia terhadap PKI membuat dan menimbulkan penindasan dari kolonial Belanda
dan fasis Jepang. Kemudian setelah proklamasi kaum anti komunis
Indonesia yang didukung secara dana yang besar dari imperialis Amerika Serikat
baik dikalangan pemerintahan dan TNI, juga dikalangan TNI sendiri terjadi
belahan yang menjadi pemicu perpecahan terutama dikalangan Angkatan Darat. Mari
telusuri benang merah itu dari penuturan ini.
· Ketika
terjadi peristiwa 30 September 1965, peristiwa penculikan yang dilakukan
“Gerakan 30 September” oleh perwira-perwira AD sendiri terhadap enam Jenderal,
dan seorang perwira AD, untuk menyelamatkan Presiden Soekarno dari kudeta Dewan
Jenderal. Ada petunjuk bahwa, ada beberapa pimpinan sentral PKI melibatkan diri
didalamnya, maka terulanglah kembali provokasi dan teror terhadap PKI. Kekuatan
AD yang anti komunis mengambil kesempatan ini, menyerang PKI diseluruh negeri.
Perburuan dan pembunuhan baik setelah dilakukan penangkapan, maupun sebelumnya,
terhadap kaum komunis dilancarkan diseluruh negeri secara amat terarah. PKI
sendiri tidak melakukan perlawanan, karena tidak siap sama sekali, baik
ideologis, organisasi dan politik dalam menghadapi serangan kekerasan yang
dahsyat itu. Organisasinya lumpuh, terkeping-keping tidak berdaya, kader dan
anggotanya tercerai berai, terbunuh dalam keadaan passif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar