Senin, 19 Agustus 2013

Razia Agustus Sukiman

Disunting dari “tikus merah”, 13 Mei 2013
Razia Agustus Sukiman
Oleh: Ragil Nugroho
Awal bulan Agustus, tahun 1951 PKI dipukul habis-habisan oleh kabinet Sukiman. Setelah berhasil bangkit kembali sesudah lepas dari pukulan yang memporakporandakannya pada Peristiwa Madiun 1948, PKI lewat Aidit dan Politbiro Central Comite berhasil memperkuat partai. Tatkala usaha itu baru berjalan, PKI dikejar-kejar atas tuduhan palsu dengan sebuah kejadian yang kemudian bermuara pada “Razia Agustus Sukiman”.
Apa sebenarnya “Razia Agustus” itu? Dan, bagaimana PKI menghadapi situasi krisis itu? Berikut uraiannya:
Usaha untuk menjegal PKI tak pernah putus-putusnya. Setelah “teror putih” Madiun 1948 yang dilakukan oleh kabinet Hatta, PKI kembali dihadapkan pada usaha kabinet Sukiman untuk “mengganggu” konsolidasi partai. Kabinet Sukiman-Suwiro [terkenal dengan sebutan kabinet Su-Su] menandatanggani perjanjian pertahanan dengan Amerika Serikat. Perjanjian itu berkaitan dengan Perang Korea yang sedang memanas. Pada saat itu Amerika mendukung Korea Selatan.
Perang Korea tidak bisa dilepaskan dari situasi Perang Dingin yang melibatkan AS dan Uni Soviet. Sebagai bentuk kesetiaan pada AS, agar terlihat anti kiri kabinet Su-Su melakukan penangkapan secara membabi buta terhadap orang-orang komunis. Penangkapan tersebut didasarkan pada tuduhan palsu, yakni aksi penyerbuan sekelompok pemuda berkaos “Palu-Arit” ke kantor polisi di Tanjung Periuk. Atas tuduhan rekayasa tersebut orang-orang PKI secara liar. Kurang lebih 2.000 orang yang dianggap komunis ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Tak mengejutkan memang. Dalam operasi gadungan tersebut banyak sekali terjadi kesalahan dalam penangkapan. Peringkusan atas diri Abdulah Aidit—ayah DN AIdit—merupakan kekeliruan paling menggelikan dan koyol. Abdullah Aidit merupakan anggota DPR dari fraksi Masyumi [satu partai dengan Sukiman sendiri]. Hanya karena sama-sama ada kata “Aidit” di namanya, ia ditangkap. Sutan Syahrir [musuh politik PKI], Ang Yan Gwan pendiri Suratkabar Sin Po dan Siauw Giok Tjhan, juga ditangkap padahal tidak ada hubungannya dengan PKI. Mereka ikut disapu bersih hanya karena disangkutpautkan dengan PKI.
Mengapa di muka disebut “tuduhan palsu” terhadap PKI? Ketika digelar pengadilan secara terbuka terhadap tokoh-tokoh yang ditangkap, tuduhan bahwa PKI menjadi dalang dalam “aksi Tanjung Priok” tak pernah terbukti. Bahkan ketika Kabinet Su-Su akhirnya jatuh, terkuak bahwa “Razia Agustus” dilakukan sebagai balas budi terhadap Amerika atas bantuan yang diberikan, dan “aksi Tanjung Priok” hanya buatan mereka sendiri. Sebuah rekayasa yang memang digunakan untuk menghancurkan PKI yang tengah membangun organisasinya.
Walaupun pimpinan PKI seperti DN Aidit lolos dari penangkapan, “Razia Agustus” sempat menggoyahkan partai karena banyak kader-kader terbaik di daerah ditangkap.  Dalam tulisan Jalan ke Demokrasi Rakyat bagi Indonesia [tulisan ini dibuat tahun 1954], Aidit mengakuinya:
“Razia Agustus Sukiman tahun 1951 merupakan ujian yang berat bagi Partai kita, karena peristiwa ini terjadi ketika Politbiro yang dipilih dalam bulan Januari 1951 baru saja enam bulan mulai dengan pekerjaannya mengonsolidasi Partai dan terjadi dalam keadaan di mana hubungan Partai belum erat dengan massa, terutama dengan massa kaum tani.”
Tapi Aidit dan Politbiro PKI tak lintang pukang. Kekuatan partai segera direkatkan kembali. PKI bekerjasama dengan kekuatan nasionalis anti Amerika mengisolasi kabinet Sa-Su. Aliansi yang digalang PKI akhirnya berhasil merobohkan kabinet Sa-Su sehinga “Razia Agustus” tidak berhasil membuat mesin partai rusak lebih parah. Artinya, PKI tidak tinggal diam, tapi melawan kekuatan anti-demokrasi yang akan menghancurkan partai. Keberhasilan ini menumbuhkan kepercayaan diri pada kader-kader PKI yang sebelumnya tertekan karena diburu-buru. Aidit menuliskan sebagai berikut:
“Beberapa anggota yang pada permulaan Razia Agustus agak panik karena ingat kembali akan keganasan kaum reaksioner ketika “Peristiwa Madiun”, yang dikiranya akan terulang lagi dengan Razia Agustus, timbul kembali keberanian dan kegembiraannya. Sukiman tidak berhasil menciptakan “Peristiwa Madiun” kedua, karena di mana-mana ia tertumbuk pada kekuatan dem
Terhadap kerusakan organisasi sebagai akibat dari “Razia Agustus”, PKI mengambil dua langkah.Pertama, melakukan kritik oto kritik, melakukan evaluasi diri. Langkah ini dilakukan dengan:
“Atas petunjuk-petunjuk Politbiro Sentral Komite, dihidupkan demokrasi intern Partai serta kritik danselfkritik. Sesudah melalui proses kritik dan selfkritik dalam grup, resort, fraksi, dan komite Partai, keberanian dan kegembiraan bekerja timbul kembali di semua organisasi Partai.”
Kritik dan selfkritik  penting seperti yang dikatakan Aidit, yakni guna menumbuhkan dikalangan kader:keberanian dan kegembiraan bekerja. Ini penting karena bagaimanapun kader merupakan tulangpunggung partai.
Kedua, yang dilakukan PKI guna memperbaiki organisasi setelah “Razia Agustus” adalah  penguatan ideologi para kader. Aidit menuliskan langkah itu sebagai berikut:
“Usaha memperkuat ideologi anggota Partai untuk pertama kalinya dalam sejarah Partai kita dimulai dalam Razia Agustus dengan apa yang dinamakan ‘diskusi teori’ yang diadakan secara periodik, di samping apa yang dinamakan ‘diskusi tentang pekerjaan praktis’ yang juga dilakukan secara periodik di dalam grup, resort, fraksi, dan komite Partai.”
Tujuan serangan musuh selain untuk membuat partai terpojok secara politik juga mengkondisikan agar kader-kader partai demoralisasi [patah semangat].
Bila opini yang dikembangkan musuh bisa membuat kader demoralisasi, maka akan dianggap sebagai sebuah keberhasilan maha besar. Nah, di sinilah apa yang dilakukan PKI dengan mengadakan “diskusi teori” menjadi penting artinya. Tujuannya agar selain para kader bisa meningkat kemampuan teoritisnya—yang sangat dibutuhkan untuk kerja-kerja pengorganisiran—juga bertujuan supaya para kader tidak mudah termakan propaganda lawan. Ibaratnya, penguatan ideologi merupakan perisai. Jangan sampai sibuk menangkal serangan lawan sehingga lupa memperkuat perisai dikalangan kader..
Di sini bisa diambil titik simpul: yang dilakukan PKI tepat. “Razia Agustus” yang sempat membuat partai limbung bisa diatasi melalui tahapan-tahapan kerja seperti yang telah diuraikan di muka. Sebagai buktinya, PKI berhasil masuk 4 besar dalam Pemilu 1955.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar