Disunting dari “tikus merah”, 13 Mei 2013
Razia Agustus Sukiman
Oleh: Ragil Nugroho
Awal bulan Agustus, tahun 1951 PKI dipukul
habis-habisan oleh kabinet Sukiman. Setelah berhasil bangkit kembali sesudah
lepas dari pukulan yang memporakporandakannya pada Peristiwa Madiun 1948, PKI
lewat Aidit dan Politbiro Central Comite berhasil memperkuat partai. Tatkala
usaha itu baru berjalan, PKI dikejar-kejar atas tuduhan palsu dengan sebuah
kejadian yang kemudian bermuara pada “Razia Agustus Sukiman”.
Apa sebenarnya “Razia Agustus” itu? Dan, bagaimana PKI
menghadapi situasi krisis itu? Berikut uraiannya:
Usaha untuk menjegal PKI tak pernah putus-putusnya. Setelah
“teror putih” Madiun 1948 yang dilakukan oleh kabinet Hatta, PKI kembali
dihadapkan pada usaha kabinet Sukiman untuk “mengganggu” konsolidasi partai.
Kabinet Sukiman-Suwiro [terkenal dengan sebutan kabinet Su-Su] menandatanggani
perjanjian pertahanan dengan Amerika Serikat. Perjanjian itu berkaitan dengan
Perang Korea yang sedang memanas. Pada saat itu Amerika mendukung Korea
Selatan.
Perang Korea tidak bisa dilepaskan dari situasi Perang Dingin
yang melibatkan AS dan Uni Soviet. Sebagai bentuk kesetiaan pada AS, agar
terlihat anti kiri kabinet Su-Su melakukan penangkapan secara membabi buta
terhadap orang-orang komunis. Penangkapan tersebut didasarkan pada tuduhan
palsu, yakni aksi penyerbuan sekelompok pemuda berkaos “Palu-Arit” ke kantor
polisi di Tanjung Periuk. Atas tuduhan rekayasa tersebut orang-orang PKI secara
liar. Kurang lebih 2.000 orang yang dianggap komunis ditangkap dan dijebloskan
ke penjara.
Tak mengejutkan memang. Dalam operasi gadungan tersebut banyak
sekali terjadi kesalahan dalam penangkapan. Peringkusan atas diri Abdulah
Aidit—ayah DN AIdit—merupakan kekeliruan paling menggelikan dan koyol. Abdullah
Aidit merupakan anggota DPR dari fraksi Masyumi [satu partai dengan Sukiman
sendiri]. Hanya karena sama-sama ada kata “Aidit” di namanya, ia ditangkap.
Sutan Syahrir [musuh politik PKI], Ang Yan Gwan pendiri Suratkabar Sin Po dan
Siauw Giok Tjhan, juga ditangkap padahal tidak ada hubungannya dengan PKI.
Mereka ikut disapu bersih hanya karena disangkutpautkan dengan PKI.
Mengapa di muka disebut “tuduhan palsu” terhadap PKI? Ketika
digelar pengadilan secara terbuka terhadap tokoh-tokoh yang ditangkap, tuduhan
bahwa PKI menjadi dalang dalam “aksi Tanjung Priok” tak pernah terbukti. Bahkan
ketika Kabinet Su-Su akhirnya jatuh, terkuak bahwa “Razia Agustus” dilakukan
sebagai balas budi terhadap Amerika atas bantuan yang diberikan, dan “aksi
Tanjung Priok” hanya buatan mereka sendiri. Sebuah rekayasa yang memang
digunakan untuk menghancurkan PKI yang tengah membangun organisasinya.
Walaupun pimpinan PKI seperti DN Aidit lolos dari penangkapan,
“Razia Agustus” sempat menggoyahkan partai karena banyak kader-kader terbaik di
daerah ditangkap. Dalam tulisan Jalan
ke Demokrasi Rakyat bagi Indonesia [tulisan
ini dibuat tahun 1954], Aidit mengakuinya:
“Razia Agustus Sukiman tahun 1951 merupakan ujian yang berat
bagi Partai kita, karena peristiwa ini terjadi ketika Politbiro yang dipilih
dalam bulan Januari 1951 baru saja enam bulan mulai dengan pekerjaannya
mengonsolidasi Partai dan terjadi dalam keadaan di mana hubungan Partai belum
erat dengan massa, terutama dengan massa kaum tani.”
Tapi Aidit dan Politbiro PKI tak lintang pukang. Kekuatan partai
segera direkatkan kembali. PKI bekerjasama dengan kekuatan nasionalis anti
Amerika mengisolasi kabinet Sa-Su. Aliansi yang digalang PKI akhirnya berhasil
merobohkan kabinet Sa-Su sehinga “Razia Agustus” tidak berhasil membuat mesin
partai rusak lebih parah. Artinya, PKI tidak tinggal diam, tapi melawan kekuatan
anti-demokrasi yang akan menghancurkan partai. Keberhasilan ini menumbuhkan
kepercayaan diri pada kader-kader PKI yang sebelumnya tertekan karena
diburu-buru. Aidit menuliskan sebagai berikut:
“Beberapa anggota yang pada permulaan Razia Agustus agak panik
karena ingat kembali akan keganasan kaum reaksioner ketika “Peristiwa Madiun”,
yang dikiranya akan terulang lagi dengan Razia Agustus, timbul kembali
keberanian dan kegembiraannya. Sukiman tidak berhasil menciptakan “Peristiwa
Madiun” kedua, karena di mana-mana ia tertumbuk pada kekuatan dem
Terhadap kerusakan organisasi sebagai akibat dari “Razia
Agustus”, PKI mengambil dua langkah.Pertama, melakukan kritik oto kritik,
melakukan evaluasi diri. Langkah ini dilakukan dengan:
“Atas petunjuk-petunjuk Politbiro Sentral Komite, dihidupkan
demokrasi intern Partai serta kritik danselfkritik.
Sesudah melalui proses kritik dan selfkritik
dalam grup, resort,
fraksi, dan komite Partai, keberanian dan kegembiraan bekerja timbul kembali di
semua organisasi Partai.”
Kritik dan selfkritik
penting seperti yang dikatakan Aidit,
yakni guna menumbuhkan dikalangan kader:keberanian dan kegembiraan bekerja.
Ini penting karena bagaimanapun kader merupakan tulangpunggung partai.
Kedua, yang
dilakukan PKI guna memperbaiki organisasi setelah “Razia Agustus” adalah
penguatan ideologi para kader. Aidit menuliskan langkah itu sebagai berikut:
“Usaha memperkuat
ideologi anggota Partai untuk pertama kalinya dalam sejarah Partai kita dimulai
dalam Razia Agustus dengan apa yang dinamakan ‘diskusi teori’ yang diadakan
secara periodik, di samping apa yang dinamakan ‘diskusi tentang pekerjaan praktis’
yang juga dilakukan secara periodik di dalam grup, resort,
fraksi, dan komite Partai.”
Tujuan serangan musuh selain untuk membuat partai terpojok
secara politik juga mengkondisikan agar kader-kader partai demoralisasi [patah
semangat].
Bila opini yang dikembangkan musuh bisa membuat kader
demoralisasi, maka akan dianggap sebagai sebuah keberhasilan maha besar. Nah,
di sinilah apa yang dilakukan PKI dengan mengadakan “diskusi teori” menjadi
penting artinya. Tujuannya agar selain para kader bisa meningkat kemampuan
teoritisnya—yang sangat dibutuhkan untuk kerja-kerja pengorganisiran—juga
bertujuan supaya para kader tidak mudah termakan propaganda lawan. Ibaratnya,
penguatan ideologi merupakan perisai. Jangan sampai sibuk menangkal serangan
lawan sehingga lupa memperkuat perisai dikalangan kader..
Di sini bisa diambil titik simpul: yang dilakukan PKI tepat.
“Razia Agustus” yang sempat membuat partai limbung bisa diatasi melalui
tahapan-tahapan kerja seperti yang telah diuraikan di muka. Sebagai buktinya,
PKI berhasil masuk 4 besar dalam Pemilu 1955.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar