Kamis, 25 Juli 2013

Rekam Jejak Yang Digelapkan Dengan Stigma Kebohongan

·        REKAM JEJAK YANG DIGELAPKAN, DENGAN STIGMA KEBOHONGAN
·        
         Perang-perang kolonial yang dilancarkan Belanda pada akhir abad ke-XIX telah berhasil menundukkan raja-raja feodal dan rakyat diberbagai daerah kepulauan Indonesia. Terciptalah kesatuan wilayahdibawah satu kekuasaan sentral – pemerintah kolonial Hindia Belanda. Batas-batas yang diciptakan oleh negara-negara feodal bagi masing-masing kerajaannya dan yang semula memecah wilayah kepulauan Indonesia itu menjadi hapus. Sekalipun tingkat perkembangan ekonomi ditiap daerah berbeda satu dengan yang lainnya, namun penyatuan itu memberikan syarat untuk akhirnya akan terciptanya sistem ekonomi yang sama – ekonomi colonial. Kesamaan wilayah dan kesamaan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi lahirnya bangsa modern Indonesia – nasion Indonesia.
·         Nasion, adalah persekutuan orang-orang yang stabil, yang tersusun menurut sejarah, terbentuk berdasarkan satu bahasa, wilayah, kehidupan ekonomi bersama dan susunan kejiwaan yang terjelma dalam satu kebudayaan bersama.
·         Nasion adalah satu katagori sejarah, ia lahir pada zaman kemenangan kapitalisme atas feodalisme, seperti yang terjadi di Eropa Barat: Inggeris, Prancis, Jerman dan Italia. Proses pelenyapan feodalisme dan kemenangan kapitalisme, bersamaan itu pula adalah proses penyusunan orang-orang menjadi nasion-nasion.
·         Sementara itu, kapitalisme Belanda yang berada pada taraf kapitalisme persaingan bebas, setelah terjadinya krisis ekonomi di tahun 1895 telah memberi peluang pada kapital bank (finans) mengambil alih kapital industri (pabrik-pabrik), membuat terjadinya perpaduan antara keduanya menjadi kapitalisme monopoli, inilah yang disebut tingkat tertinggi perkembangan kapitalisme, menjadi imperialisme. Salah satu watak dari imperialisme adalah melakukan ekspor capital dari negeri induknya terutama kenegeri-negeri koloninya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan melakukan penghisapan dan penindasan terhadap negeri dan rakyat negeri itu.
·         Kapitalisme monopoli (imperialis) Belanda ini secara besar-besaran menanam modalnya di Indonesia. Membuka jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan, berdirinya industri untuk mengolah bahan mentah, seperti perkebunan dan pabrik gula, perkebunan dan pabrik karet, the, tembakau dan pertambangan. Secara tidak terelakkan lahirlah klas-baru dalam masyarakat di Indonesia, klas proletar dari kandungan kapitalisme Belanda yang sudah sampai kepuncak tertingginya itu, ialah imperialisme.
·         Sekalipun imperialis Belanda berusaha mempertahankan hubungannya dengan feodal dalam hubungannya untuk melanjutkan penghisapannya, namun tidak urung kapitalisme merasuk dan masuk juga ketengah-tengah masyarakat Indonesia, penyebab lahirnya klas borjuis Indonesia. Setidaknya untuk memenuhi tenaga administratif, dan tekhnik di industri perkebunan dan infrastruktur, pemerintah Belanda terpaksa mendirikan sekolah-sekolah, meski dibatasi dengan hanya membolehkan anak-anak kaum bangsawan dan pegawai tinggi. Sekolah-sekolah inilah yang melahirkan lapisan kecil kaum intelektual Indonesiayang dapat menguasai pemikiran-pemikiran barat, dan yang kemudian memelopori gerakan nasionalisme di Indonesia.
·         Dengan demikian lahirlah zaman baru ditanah air, yang ditandai dengan lahirnya kekuatan-kekuatan baru di masyarakat Indonesia – klas buruh dan klas burjuis. Zaman baru itu menuntut bentuk perjuangan baru pula. Bentuk lama perjuangan perlawanan daerah yang sporadic yang dipimpin oleh raja-raja feudal, berubah kebentuk perjuangan yang terorganisasisecara nasinal yang dipimpin oleh kekuatan-kekuatan yang memiliki hari depan perkembangan masyarakat Indonesia.
·         Pada 20 Mei 1908 lahirlah Budi Utomo, orgaqnisasi borjuis pertama di Indonesia. Sekalipun dikalangan pimpinannya banyak yang berasal dari klas feodaltetapi pemikirannya dan cita-cita yang dikemukakannya adalah bersifat borjuis; misalnya menjungjung cita-cita kemanusiaan, menghidupkan kebudayaan dan ilmu bagi kaum bumi-putera, peternakan dan perdagangan dan sebagainya.Tidak ada cita-cita untuk mendirikan negara feudal.
·         Sebelumnya, pada tahun 1905 sudah berdiri organisasi buruh pertama di Indonesia, yaitu SS Bond, organisasi buruh Kereta Api. Kelahiran kedua organisasi ini yang berbeda waktunya juga tercermin perbedaan klasnya. Klas buruh Indonesia lahir terlebih dahulu, mendahului klas burjuis nasional, dan organisasinyapun lahir lebih dulu dari organisasi borjuis. Juga sekaligus menunjukkan bahwa dalam zaman imperialism, klas buruh Indonesia memegang peranan bukan hanya pada perjuangan membebaskan Nasionnya dari penindasan nasion lain, tetapi membawanya sesuai dengan cita-cita klas buruh
·         Tahun 1911, lahir gerakan borjuis demokratis yang didirikan kaum borjuis dagang, “Serikat Dagang Islam”, kemudian pada tahun 1912 berganti nama menjadi “Serikat Islam”. Meskipun ia didirikan atas inisitif kaum dagang yang dipimpin oleh orang-orang liberal demokrat, tetapi cabang-cabangnya didaerah digunakan kaum pekerja yang luas untuk mempersatukan diri didalannya. Serikat Islam ini telah menenmbus sukubangsa-sukubangsa dalam menggalang kesatuan nasion. Akan tetapi, karena menggunakan Islam Sebagaidasar perjuangannya, ia tak mampu menmbus sukubangsa yang bukan Islam.
·         Tahun 1912, kaum intelektual revolusionerdemokratis membentuk “Indische Party” di Bandung yang di pimpin oleh tokoh Indo Belanda Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat. Partai ini bertujuan, untuk membentuk Negara nasional yang merdeka atas kerja sama yang berhak sama dikalangan semua rakyat Indonesia. Propagandanya tentang “Indische Nasionalisme”, memberikan sumbangan yang besar dalam membangkitkan kesadaran nasional rakyat Indonesia.
·         ISDV (IndischeSocial Democratische Vereneging), lahir tahun1914 di Surabaya yang merupakan organisasi politik yang pertama dari kaum Marxis Indonesia dan yang menjadikan penyebaran Marxisme ditengah-tengah klas buruh dan rakyat pekerja Indonesia sebagai tugas utamanya. ISDVini kemudian melebur dirinya menjadi Partai Komunis Indonesiapada tanggal 23 Mei 1920.
·         Organisasi front Persatuan Nasional “Konsentrasi Radikal” didirikan pada Nopember 1918 yang beranggotakan Serikat Islam, Budi Utomo, Insulinde, Pasundan dan ISDV (PSHD). Tuntutannya: adanya UUD, Parlemen, dan pemerintah yang demokratis, lebih mengokohkan kesatuan Nasion Indonesia. Partai Komunis Indonesia (PKI), yang lahir 23 Mei 1920, sebagai peleburan diri ISDV, dalam waktu yang singkat mempunyai pengaruh bukan hanya dikalangan kaum buruh, tetapi juga dikalangan kaum tani dan lapisan lain dari rakyat Indonesia dan ini menunjukkan bahwa PKI telah tampil sebagai pelopor gerakan kemerdekaan nasional. Ini adalah sesuai dengan tuntutan obyektif perkembangan,bahwa gerakan kemerdekaan nasional Indonesia merupakan bagian dari perjuangan proletariat dunia.Karena itu PKIbukan hanya mengambil bagian yang menentukan, tetapi harus memegang peranan memimpin agar kemerdekaan nasional merupakan syarat untuk mencapai pembebasan klas buruh dari penindasan imperialisme.
·         Pesatnya perkembangan PKI, bersamaan pesatnya gerakan revolusioner, membuat kolonial Belanda, menjadi berang. Provokasi pun dilancarkan dalam berbagai bentuk, seperti pemecatan-pemecatan terhadap kaum buruh, penangkapan-penangkapan terhadap kaum tani, pelarangan terhadap suratkabar-suratkabar dan pembubaran sekolah-sekolah yang didirikan PKI.
·         25 Desember tahun 1925 berketepatan Natal diakhir tahun itu, para pimpinan Partai Komunis Indonesia melaksanakan Konferensi Comite Central di Prambanan, Yokyakarta. Sardjono yang sebelumnya adalah pimpinan Sarikat Islam Sukabumi memimpin pertemuan, berhasil menyepakati keputusan yang menentukan. Padahal pada saat itu para pimpinan-pimpinan partai yang lain; Semaoen, Darsono, Tan Malaka, Ali Archam, Alimin Prawirodirdjo, Musso, Haji Misbach, dan Mas Marco Kartodikromo berada dipembuangan, dipenjarakan atau dalam keadaan sedang dijadikan kearah operasi penangkapan oleh pemerintah kolonial Belanda. Konferensi menghasilkan keputusan yang dikenal sebagai Keputusan Prambanan. Keputusan Prambananmenyebutkan: ”Perlunya mengadakan aksi bersama, mulai dengan pemogokan-pemogokan dan disambung dengan aksi senjata. Kaum tani supaya dipersenjatai dan serdadu-serdadu harus ditarik dalam pemberontakan ini”. Pemberontakan diputuskan oleh Pertemuan Prambanan, dijadwalkan dimulai 18 Juni 1926. Tapi dengan berbagai alasan pemberontakan itu baru meletus 12 November 1926.
·         Mei 1923 Semaun ditangkap, kemudian diasingkan ke pulau Timor oleh pemerintah kolonial Belanda atas dakwaan memimpin pemogokan kaum buruh, tapi pemerintah kolonial akhirnya memutuskan dia diasingkan ke luar negeri, tepatnya ke Uni Sovyet. Haji Misbah pada Januari 1924 ditangkap dengan tuduhan pemicu pemboman pada arak-arakan Susuhunan Raja Surakarta, di upacara Sekatenan pada 20 Oktober 1923 pukul 21.30. Dia bersama keluarganya dibuang ke Manokwari, Papua, pada tahun 1926 Haji Misbah meninggal dipembuangan. Ali Archam dibuang ke Digul juga meninggal dipembuangan.
·         Pemberontakan meletus dibeberapa kota, Jakarta, Solo, Boyolali, Tasikmalaya, Kediri, Pekalongan, Ciamis, Banyumas, Sawahlunto, Padang Panjang, Padang Sibusuk, Silungkang, Indramayu, Majalengka, Kuningan dan Banten.       
·         Di Batavia sebutan kolonial pada waktu itu untuk Jakarta, pemberontakan dimulai pada 12 November 1926, tengah malam. Sasaran penyerbuan di Jakarta diarahkan pada kantor telepon yang berhasil diduduki, merusak kantor dan memutuskan hubungan komunikasi. Penjara Glodok diserbu dan dibuka paksa, para tahanan politik dibebaskan. Pos polisi di Pejagalan dan rumah kepala pemerintahan di Pejaringan dibakar. Hampir semua kantor-kantor milik pemerintah kolonial dirusak, jalan-jalan dihadang dengan barikade-barikade. Di Jatinegara, di rumah Asisten Residen, Mr. Cornelis terjadi bentrok bersenjata. Di Tangerang markas Velt Politie berhasil diduduki.
·         Pemberontakan di Banten, rumah-rumah pamong praja diserbu, di Petri, Cening dan Pagelaran. Peledakan jembatan dan pemutusan komunikasi telepon. Karena Pusat Komite pemberontakan di Bandung, maka pemberontakan di seluruh Jawa Barat dan Jakarta serentak dimulai pada tengah malam 12 November, sesuai dengan hasil keputusan Comite Central. Konvoi militer yang sedang melintas dijalan antara Kadujawen dan Kadugedong pada tanggal 14 November 1926  dihadang. Pertempuran terjadi dimana-mana, meski tak seimbang terutama persenjataannya, pemberontakan di Banten bertahan hingga satu bulan.
·         PKI Comite Banten merupakan Cabang ke-37 sebagai Comite terakhir waktu itu dibentuk Comite Central PKI. Dimula pembentukannya hanya beranggota sekitar 1.200 orang pada November 1925. Pada Februari 1926 meningkat menjadi 12.000 orang, termasuk 500 orang perempuan. Peningkatan jumlah anggota yang demikian pesat, penyebabnya adalah, tingginya pajak yang dipatok pemerintah kolonial terhadap rakyat, terutama kaum tani. Itu pulalah yang membuat Keputusan Perambanan disambut antusias. Pemberontakan pada 12 November di Banten, menewaskan seorang Belanda bernama Benyamin, seorang pegawai Kereta Api di Menes, Banten, juga para Wedana, asisten Wedana (Camat) dan Polisi.    
·         Di Priangan pemberontakan di bulan November itu, dilakukan dengan  menyerbu pos Polisi Nagrek, memutus jembatan jalan raya di Cirankas, memutus rel kereta api  diatas sungai Citiis. Pemberontakan juga melakukan penyerbuan ke rumah-rumah pamong praja dan kantor telepon, aksi pembakaran di Cimahi dan Batu Jajar. Penghancuran gedung-gedung pemerintah dengan bom di Tasik Malaya. Pertempuran menghadang konvoi tentara Belanda di Cisarua pada 13 November, dan pertempuran terbuka antara Padeglang dan Cisarua, juga dekat Padalarang. Pemutusan hubungan komunikasi di enam tempat dengan memutuskan kawat telepon.
·         Di Solo pemberontakan meletus pada 17 November 1926 malam. Pada malam itu ratusan orang  menyerbu kantor dan rumah Panewu Sawahan di Boyolali, yang dijaga kuat oleh polisi. Bentrokan senjata berlangsung sampai 24 November, menyerbu pos-pos polisi, melakukan pengerusakan gardu dan pemutusan kawat listrik, membakar gedung-gedung milik Onderneming. 17 November 1926 malam, rakyat menyerbu rumah Camat Ulu Jati, dan berbagai sasaran lainnya didaerah Pemalang. Didaerah Banyumas dan Kedu sekitarnya pemberontakan tak terjadi, disebabkan bocornya rencana pemberontakan. Pemerintahan kolonial didaerah itu terlebih dulu melakukan penangkapan terhadap pimpinan-pimpinan pemberontakan.
·         Di Sumetera Barat pemberontakan, baru dimulai pada Januari 1927, setelah pemerintah kolonial dapat menguasai situasi di Jawa diakhir tahun 1926, tepatnya bulan Desember. Benar bahwa pimpinan pemberontakan Sumatera Barat telah mengetahui bahwa keputusan Konferensi Prambanan, pemberontakan dilakukan pada November 1926. Namun keputusan hari pelaksanaannya belum didapat kabar sampai Desember 1926. Pada Desember 1926 itu akhirnya pimpinan pemberontakan mengadakan pertemuan, dengan keputusan pemberontakan akan dilakukan pada Januari 1927.             
·         1 Januari 1927 malam, pemberontakan dimulai. Pertempuran terjadi di Sawahlunto, Silungkang dan Padang Sibusuk. Seorang Letnan Belanda  dan Kepala Nagari Padang Sibusuk tewas terbunuh. Di Muara Klaban terjadi pertempuran dengan pasukan polisi lapangan. Penyerangan juga terjadi terhadap polisi yang menjaga jalan kereta api antara Muara Kelantan dan Sawahlunto. Pada waktu yang bersamaan penyerangan juga terjadi di Padang Sibusuk dan Tanjung Ampulu, pemberontakan merambat sampai ke Sungai Lasi, Air Angat Keruh di Koto Gadang, Pasar Ambacang. Benterokan bersenjata masih berlangsung sampai Maret 1927.     
·         Pasca pemberontakan di tahun !926-1927 yang terjadi diberbagai kota itu, pemerintah kolonial menangkap 13.000 orang, sebagian ditembak mati, 4.500 orang dijebloskan ke penjara, dan sebanyak 1.308 orang dikirim kepembuangan ke Boven Digul, Papua. Dari 13.000 orang yang ditangkap di pasca pemberontakan itu 1.300 orang, diantaranya 4 orang yang divonnis mati, 9 orang yang divonnis seumur hidup dan 99 orang di buang ke Boven Digul, adalah orang-orang yang berasal dari Banten.
·         Mereka yang dieksekusi mati ditiang gantungan: Egom, Hasan Bakri dan Dirdja, dari penjara Ciamis, Haji Sukri dengan 5 orang temannya dari penjara Pandeglang, H. Hasan dari Cimaremeh dari penjara Garut, Karta Wirya dan Amen dari penjara Padalarang, Oyod dari Nagrek, Manggulung, Muhammad Yusuf, Sampono Kayo dan Baharuddin gelar Bain dari penjara Sawahlunto. Pemberontakan dikalahkan, Partai Komunis Indonesia dilarang kolonial Belanda.
·         Pada tahun 1933, suatu pemberontakan terjadi dikapal perang Belanda, Zeven Provincien. Kapal perang itu diambil alih oleh pelaut-pelaut Indonesia dan Belanda yang bersatu padu di dalamnya. Kapal yang di bombardier terus menerus oleh pemerintah kolonial Belanda tidak memadamkan solidaritas pelaut-pelaut Indonesia dan Belan25 Desember tahun 1925 berketepatan Natal diakhir tahun itu, para pimpinan Partai Komunis Indonesia melaksanakan Konferensi Comite Central di Prambanan, Yokyakarta. Sardjono yang  sebelumnya adalah pimpinan Sarikat Islam Sukabumi memimpin pertemuan, berhasil menyepakati keputusan yang menentukan. Padahal pada saat itu para pimpinan-pimpinan partai yang lain; Semaoen, Darsono, Tan Malaka, Ali Archam, Alimin Prawirodirdjo, Musso, Haji Misbach, dan Mas Marco Kartodikromo berada dipembuangan, dipenjarakan atau dalam keadaan sedang dijadikan kearah operasi penangkapan oleh pemerintah kolonial Belanda. Konferensi menghasilkan keputusan yang dikenal sebagai Keputusan Prambanan. Keputusan Prambanan menyebutkan: ”Perlunya mengadakan aksi bersama, mulai dengan pemogokan-pemogokan dan disambung dengan aksi senjata. Kaum tani supaya dipersenjatai dan serdadu-serdadu harus ditarik dalam pemberontakan ini”. Pemberontakan diputuskan oleh Pertemuan Prambanan, dijadwalkan dimulai 18 Juni 1926. Tapi dengan berbagai alasan pemberontakan itu baru meletus 12 November 1926.
·         Mei 1923 Semaun ditangkap, kemudian diasingkan ke pulau Timor oleh pemerintah kolonial Belanda atas dakwaan memimpin pemogokan kaum buruh, tapi pemerintah kolonial akhirnya memutuskan dia diasingkan ke luar negeri, tepatnya ke Uni Sovyet. Haji Misbah pada Januari 1924 ditangkap dengan tuduhan pemicu pemboman pada arak-arakan Susuhunan Raja Surakarta, di upacara Sekatenan pada 20 Oktober 1923 pukul 21.30. Dia bersama keluarganya dibuang ke Manokwari, Papua, pada tahun 1926 Haji Misbah meninggal dipembuangan. Ali Archam dibuang ke Digul juga meninggal dipembuangan.
·         Pemberontakan meletus dibeberapa kota, Jakarta, Solo, Boyolali, Tasikmalaya, Kediri, Pekalongan, Ciamis, Banyumas, Sawahlunto, Padang Panjang, Padang Sibusuk, Silungkang, Indramayu, Majalengka, Kuningan dan Banten.       
·         Di Batavia sebutan kolonial pada waktu itu untuk Jakarta, pemberontakan dimulai pada 12 November 1926, tengah malam. Sasaran penyerbuan di Jakarta diarahkan pada kantor telepon yang berhasil diduduki, merusak kantor dan memutuskan hubungan komunikasi. Penjara Glodok diserbu dan dibuka paksa, para tahanan politik dibebaskan. Pos polisi di Pejagalan dan rumah kepala pemerintahan di Pejaringan dibakar. Hampir semua kantor-kantor milik pemerintah kolonial dirusak, jalan-jalan dihadang dengan barikade-barikade. Di Jatinegara, di rumah Asisten Residen, Mr. Cornelis terjadi bentrok bersenjata. Di Tangerang markas Velt Politie berhasil diduduki.

·         Pemberontakan di Banten, rumah-rumah pamong praja diserbu, di Petri, Cening dan Pagelaran. Peledakan jembatan dan pemutusan komunikasi telepon. Karena Pusat Komite pemberontakan di Bandung, maka pemberontakan di seluruh Jawa Barat dan Jakarta serentak dimulai pada tengah malam 12 November, sesuai dengan hasil keputusan Comite Central. Konvoi militer yang sedang melintas dijalan antara Kadujawen dan Kadugedong pada tanggal 14 November 1926  dihadang. Pertempuran terjadi dimana-mana, meski tak seimbang terutama persenjataannya, pemberontakan di Banten bertahan hingga satu bulan.
·         PKI Comite Banten merupakan Cabang ke-37 sebagai Comite terakhir waktu itu dibentuk Comite Central PKI. Dimula pembentukannya hanya beranggota sekitar 1.200 orang pada November 1925. Pada Februari 1926 meningkat menjadi 12.000 orang, termasuk 500 orang perempuan. Peningkatan jumlah anggota yang demikian pesat, penyebabnya adalah, tingginya pajak yang dipatok pemerintah kolonial terhadap rakyat, terutama kaum tani. Itu pulalah yang membuat Keputusan Perambanan disambut antusias. Pemberontakan pada 12 November di Banten, menewaskan seorang Belanda bernama Benyamin, seorang pegawai Kereta Api di Menes, Banten, juga para Wedana, asisten Wedana (Camat) dan Polisi.    
·         Di Priangan pemberontakan di bulan November itu, dilakukan dengan  menyerbu pos Polisi Nagrek, memutus jembatan jalan raya di Cirankas, memutus rel kereta api  diatas sungai Citiis. Pemberontakan juga melakukan penyerbuan ke rumah-rumah pamong praja dan kantor telepon, aksi pembakaran di Cimahi dan Batu Jajar. Penghancuran gedung-gedung pemerintah dengan bom di Tasik Malaya. Pertempuran menghadang konvoi tentara Belanda di Cisarua pada 13 November, dan pertempuran terbuka antara Padeglang dan Cisarua, juga dekat Padalarang. Pemutusan hubungan komunikasi di enam tempat dengan memutuskan kawat telepon.
·         Di Solo pemberontakan meletus pada 17 November 1926 malam. Pada malam itu ratusan orang  menyerbu kantor dan rumah Panewu Sawahan di Boyolali, yang dijaga kuat oleh polisi. Bentrokan senjata berlangsung sampai 24 November, menyerbu pos-pos polisi, melakukan pengerusakan gardu dan pemutusan kawat listrik, membakar gedung-gedung milik Onderneming. 17 November 1926 malam, rakyat menyerbu rumah Camat Ulu Jati, dan berbagai sasaran lainnya didaerah Pemalang. Didaerah Banyumas dan Kedu sekitarnya pemberontakan tak terjadi, disebabkan bocornya rencana pemberontakan. Pemerintahan kolonial didaerah itu terlebih dulu melakukan penangkapan terhadap pimpinan-pimpinan pemberontakan.
·         Di Sumetera Barat pemberontakan, baru dimulai pada Januari 1927, setelah pemerintah kolonial dapat menguasai situasi di Jawa diakhir tahun 1926, tepatnya bulan Desember. Benar bahwa pimpinan pemberontakan Sumatera Barat telah mengetahui bahwa keputusan Konferensi Prambanan, pemberontakan dilakukan pada November 1926. Namun keputusan hari pelaksanaannya belum didapat kabar sampai Desember 1926. Pada Desember 1926 itu akhirnya pimpinan pemberontakan mengadakan pertemuan, dengan keputusan pemberontakan akan dilakukan pada Januari 1927.             
·         1 Januari 1927 malam, pemberontakan dimulai. Pertempuran terjadi di Sawahlunto, Silungkang dan Padang Sibusuk. Seorang Letnan Belanda  dan Kepala Nagari Padang Sibusuk tewas terbunuh. Di Muara Klaban terjadi pertempuran dengan pasukan polisi lapangan. Penyerangan juga terjadi terhadap polisi yang menjaga jalan kereta api antara Muara Kelantan dan Sawahlunto. Pada waktu yang bersamaan penyerangan juga terjadi di Padang Sibusuk dan Tanjung Ampulu, pemberontakan merambat sampai ke Sungai Lasi, Air Angat Keruh di Koto Gadang, Pasar Ambacang. Benterokan bersenjata masih berlangsung sampai Maret 1927.     
·         Pasca pemberontakan di tahun !926-1927 yang terjadi diberbagai kota itu, pemerintah kolonial menangkap 13.000 orang, sebagian ditembak mati, 4.500 orang dijebloskan ke penjara, dan sebanyak 1.308 orang dikirim kepembuangan ke Boven Digul, Papua. Dari 13.000 orang yang ditangkap di pasca pemberontakan itu 1.300 orang, diantaranya 4 orang yang divonnis mati, 9 orang yang divonnis seumur hidup dan 99 orang di buang ke Boven Digul, adalah orang-orang yang berasal dari Banten.
·         Mereka yang dieksekusi mati ditiang gantungan: Egom, Hasan Bakri dan Dirdja, dari penjara Ciamis, Haji Sukri dengan 5 orang temannya dari penjara Pandeglang, H. Hasan dari Cimaremeh dari penjara Garut, Karta Wirya dan Amen dari penjara Padalarang, Oyod dari Nagrek, Manggulung, Muhammad Yusuf, Sampono Kayo dan Baharuddin gelar Bain dari penjara Sawahlunto. Pemberontakan dikalahkan, Partai Komunis Indonesia dilarang kolonial Belanda.
·         Pada tahun 1933, suatu pemberontakan terjadi dikapal perang Belanda, Zeven Provincien. Kapal perang itu diambil alih oleh pelaut-pelaut Indonesia dan Belanda yang bersatu padu di dalamnya. Kapal yang di bombardier terus menerus oleh pemerintah kolonial Belanda tidak memadamkan solidaritas pelaut-pelaut Indonesia dan Belanda. Sekalipun pemberontakan itu bisa dipadamkan, namun ia telah menimbulkan kepercayaan diri yang lebih besar terhadap puluhan juta rakyat Indonesia. Kepercayaan akan memenangkan perjuangannya dalam melawan imperialisme Belanda.  
·         Pada tahun 1938, Muso, kembali ke Indonesia, dan berhasil membangun kembali Partai Komunis Indonesia, bergerak secara illegal. Mr. Amir Syarifudin, Wikana, Widarta, membentuk Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia). Menggalang perlawanan melawan fasisme Jepang. Gerakan anti fasis sebelum perang dunia II ini, memberikan bentuk yang lebih konkrit dalam gerakan nasional Indonesia. Gerindo dibawah pimpinan tokoh-tokoh komunis ini berusaha membangun front persatuan nasional pada 1939 yang menyatukan  Parindra, Gerindo, Pasundan, Persatuan Minahasa, PSII, Partai Islam Indonesia, Persatuan Politik Katolik Indonesia, dengan nama GAPI (Gabungan Politik Indonesia}, melakukan Indonesia berparlemen. Gerakan ini semakin mengukuhkan Indonesia sebagai satu nasion. Sekalipun pemberontakan itu bisa dipadamkan, namun ia telah menimbulkan kepercayaan diri yang lebih besar terhadap puluhan juta rakyat Indonesia. Kepercayaan akan memenangkan perjuangannya dalam melawan imperialisme Belanda.  
·         Pada tahun 1938, Muso, kembali ke Indonesia, dan berhasil membangun kembali Partai Komunis Indonesia, bergerak secara illegal. Mr. Amir Syarifudin, Wikana, Widarta, membentuk Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia). Menggalang perlawanan melawan fasisme Jepang. Gerakan anti fasis sebelum perang dunia II ini, memberikan bentuk yang lebih konkrit dalam gerakan nasional Indonesia. Gerindo dibawah pimpinan tokoh-tokoh komunis ini berusaha membangun front persatuan nasional pada 1939 yang menyatukan  Parindra, Gerindo, Pasundan, Persatuan Minahasa, PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia), Persatuan Politik Katolik Indonesia, dengan nama GAPI (Gabungan Politik Indonesia}, melakukan Indonesia berparlemen. Gerakan ini semakin mengukuhkan Indonesia sebagai satu nasion.                   
·         Pada bulan Maret 1941, akibat serangan imperialisme Jepang, Belanda terpaksa melepaskan Hindia Belanda, dari tanah jajahannya.    
·         Gerakan anti Fasis yang diorganisir ini akhirnya tercium oleh penguasa Jepang. Amir Syarifudin ditangkap diadili  diputuskan hukuman mati namun kedekatan Bung Karno dengan penguasa Jepang akhirnya  dirubah menjadi hukuman seumur hidup. Empat tokoh PKI yang bersama Amir Syarifudin ditangkap, disiksa secara biadab hingga tewas. Perjuangan melawan kekuasaan pendudukan militer Jepang berlanjut terus. Rakyat Indonesia melanjutkan perjuangan revolusionernya dalam bentuk-bentuk sabotase di pabrik-pabrik, merusak rel-rel kereta api yang digunakan tentara pendudukan, mengorganisir pemberontakan tani (di Singaparna, Indramayu, Tanah Karo Sumatera Utara dan Blitar), mendorong pengorganisasian pemberontakan didalam pasukan-pasukan tentara pendudukan Jepang antara lain di Blitar. Juga mendorong perlawanan kaum intelektual, mahasiswa, pelajar dan pemuda.

·         17 Agustus 1945, rakyat Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya setelah diumumkannya Jepang menyerah kepada Sekutu dalam perang dunia II. Tapi, seketika itu juga Republik Indonesia yang masih muda ini harus menghadapi musuh-musuhnya yang kuat, yang menjadi pemenang-pemenang Perang Dunia II, khususnya Inggeris dan Belanda yang didukung imperialisme Amerika Serikat. Disamping menggunakan angkatan bersenjata yang didukung persenjataan modern dibanding dengan yang digunakan oleh kekuatan bersenjata Republik Indonesia, kaum imperialis juga menggunakan senjata politik dan diplomasi. Kaum imperialis mendirikan negara-negara boneka, mengepung Republik dan berusaha memecah belah kekuatan revolusi dari dalam dengan mempergunakan orang-orang reaksioner yang mempunyai kedudukan penting di Republik.
·         Pada Januari 1948, dengan menggunakan intrik-intrik politik, intimidasi-intimidasi dan dengan bantuan klik reaksioner dan komprador didalam pemerintahan Republik, berhasil menggulingkan pemerintahan revolusioner Amir Syarifudin. Amerika Serikat mendesak Belanda dan Indonesia agar melangkah pada perundingan melakukan kompromi-kompromi, mulai dari Perundingan Linggar Jati dan Renvile. Kabinet Amir Syarifudin yang didukung banyak partai-partai termasuk partai besar PNI dan Masyumi, maju ke Perundingan  Linggar Jati dan Renvile. Perundingan mencapai persetujuan yang membuahkan wilayah kekuasaan militer Belanda menjadi semakin luas, berarti wilayah kekuasaan Republik semakin menyusut. Partai besar yang mendukung Kabinet Amir, PNI dan Masyumi keluar dari kabinet. Amir Syarifudin lalu mengembalikan mandat kepada Presiden.
·         Segera setelah itu Presiden menyerahkan pembentukan kabinet kepada Wakil Presiden Moh. Hatta. Kabinet yang dipimpin Moh. Hatta sama sekali tidak mengikutkan wakil-wakil dari kaum komunis dan yang dianggap kiri. Dengan memaklumatkan “reorganisasi dan rasionalisasi” kekuatan bersenjata, Moh. Hatta secara terbuka telah menyatakan anti komunis dan anti golongan progressif lainnya. Pada 8 Mei 1948 Hatta bersama pimpinan tentara, Sudirman, Nasution, Latief, Subiyakto dan Suryadarma mengadakan sidang Dewan Siasat Militer yang memutuskan 1. TNI Masyarakat secepat mungkin dibubarkan. 2. Hatta bersedia memberi basis militer kepada Amerika Serikat yang ditukar dengan senjata.
·         Pada Het Corps Algemene Politie the Batavia, terdapat laporan yang sangat rahasia 1 April 1948, antara lain berbunyi: Sementara itu telah diadakan pertemuan rahasia antara Graham, Soekarno dan Soekiman. Graham mengatakan Indonesia dianggap layak untuk dimasukkan dalam pelaksanaan bantuan Marshall Plan untuk Asia Tenggara, agar pemerintah membendung semua kegiatan sayap kiri sebagai syarat utama.                
·         Pada pemerintahan Hatta pasukan divisi Siliwangi hijrah dari Jawa Barat dan tersebar diwilayah eks keresidenan Surakarta. 21 Juli 1948 ada pertemuan di Hotel Heisje Hansje Sarangan Madiun. Pertemuan itu dihadiri Grald Hopkins (penasihat politik Presiden Truman), Merle Cochran (wakil baru Amerika Serikat, pengganti Graham dalam Komisi Jasa-jasa Baik), Soekarno, Hatta, Sukiman (ketua Masyumi dan Menteri Dalam Negeri), Mohammad Roem (Masyumi) dan Kepala Polisi Soekanto (Roger Vaillan, Borobudur). Pertemuan itu tidak dihadiri wakil dari PNI meskipun PNI masuk dalam Kabinet Hatta. Setelah pertemuan Sarangan atas laporan Cochran, State Departmen (Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat), sudah sepantasnya posisi Hatta harus diperkuat secepatnya. Lalu Kepala Polisi Soekanto diutus ke Amerika Serikat untuk  menerima bantuan. Bantuan yang diterima Hatta sebanyak 56 (Lima Puluh Enam) juta dollar AS. Bantuan ini digunakan Hatta antara lain untuk Divisi Siliwangi. Dimulailah babak baru pembasmian kembali Partai Komunis Indonesia yang semula dilakukan oleh kolonial Belanda dan tentara pendudukan Jepang.   
·         Pada Agustus 1948 tanpa kehadiran Panglima Soedirman, pimpinan Angkatan Darat mengadakan pertemuan, pertemuan itu mensinyalir adanya ancaman PKI terhadap jalannya perundingan dengan Belanda, keamanan dalam negeri dan reorganisasi-rasionalisasi TNI. Nasution mengatakan kesediaannya menggunakan Divisi Siliwangi sebagai kekuatan penghancur PKI.
·         Bermula ada tindakan penculikan terhadap Slamet Widjaja dan Pardijo, keduanya anggota PKI Solo, Slamet Widjojo adalah juga sekretaris FDR (Front Demokrasi Rakyat). Keduanya dinyatakan diculik oleh gerombolan liar, ternyata keduanya ditahan  dipabrik gula Tasik Madu yang dijadikan markas satu kesatuan dari  Pasukan Siliwangi. Lalu disekap di kamp pemerintah di Yokja. Letkol Suadi, Komandan Divisi IV/Panembahan Senopati, pada 7 September 1948, menugaskan Mayor Esmara Sugeng, Kapten Sutarto, Kapten Suprapto, Kapten Supardi dan Kapten Suradi mengusut penculikan. Namun kelimanya tidak kembali, hanya sepeda mereka yang dijumpai didepan Markas Kompi Lucas, kesatuan Kompi Divisi Siliwangi. Pada 8 September 1948, diutus Letkol Suarman untuk menyelesaikan hal yang sama, perwira inipun tidak kembali. Sehari sebelumnya tanggal 7 September 1948 terjadi penculikan terhadap hampir semua perwira dan beberapa perajurit anak buah Letkol Yadau dari Brigade TLRI (Tentara Laut Republik Indonesia), bersama dengan empat orang perwira staf Satuan Laut Overste Sujoto. Mereka yang diculik ini ditahan di Markas Batalyon Rukman ( kesatuan Divisi Siliwangi) di Srambatan. Diantara mereka yang diculik ada yang dibunuh.
·         Malam hari tanggal 8 September Barisan Banteng yang berkoordinasi dengan pasukan pemerintah menyerang Markas Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) di Solo, lalu membawa arsip-arsip Pesindo dan menculik perwira-perwira yang sedang berada di markas tersebut. 9 September 1948 Suadi Komandan Panembahan Senopati mendapat izin dari Panglima Soedirman utuk mengadakan penyelidikan terhadap peristiwa-peristiwa penculikan-penculikan dan pembunuhan-pembunuhan yang terjadi di kota Solo. Suardi menugaskan Letkol Sunarto. Akan tetapi Letkol Sunarto, yang bertugas tak kembali, ditahan di Markas Siliwangi Srambatan. Suadi minta agar Letkol Sunarto dikembalikan dan mengultimatum Kesatuan Siliwangi Srambatan. Sebelum ultimatum itu berakhir Suadi menugaskan Mayor Sutarno dari kesatuan ALRI ke Srambatan. Ketika Mayor Sutarno tiba di Markas Siliwangi Srambatan langsung ditembak. Akibatnya Markas Siliwangi Srambatan langsung diserbu Satuan Panembahan Senopati dan Satuan Brigade Suyoto. Panglima Soedirman memerintahkan genjatan senjata.
·         13 September 1948 Dr. Muwardi pimpinan Barisan Banteng, hilang dan tidak kembali. Barisan Banteng mengultimatum Pesindo, agar Pesindo mengembalikan Dr. Muwardi. Tapi sebelum ultimatum itu berakhir waktunya, Barisan Banteng telah menyerbu markas Pesindo. Ultimatum Barisan Banteng membuat Satuan Laut Yadau bergerak dari daerah demarkasi menuju Solo, dengan maksud membantu Pesindo. Satuan Laut Yadau yang masuk lewat Utara dan Barat dihadang pasukan Siliwangi, sedang pasukan Panembahan Senopati yang memungkinkan dapat membantu berada jauh dibagian Selatan kota Solo.
·         Musso bersama Amir pada waktu itu sedang berada di Cepu dalam rangka kampanye tentang Kongres V PKI (atau yang disebut juga Kongres Fusi tiga partai Marxis: PKI, Partai Sosialis, dan Partai Buruh), yang direncanakan pada Oktober 1948. Mendengar peristiwa penembakan Mayor Sutarno, Amir Syarifudin sebagai Ketua Komisi Militer Comite Central, mengintruksikan Sakirman sebagai Wakil Ketua Komisi) dan perwira-perwira lain yang setuju dengan garis perjuangan PKI datang ke Solo agar melokalisir peristiwa Solo tidak menjalar ke daerah lain. Panglima Soedirman memerintahkan genjatan senjata. Namun Divisi Siliwangi dengan terang-terangan melanggarnya masuk ke kota Solo. 15 September 1948. Pasukan Panembahan Senopati dan TLRI menyerang Pasukan Siliwangi. 16 September 1948 gedung Dewan Pusat Pesindo di jalan Singosaren diserbu Pasukan Siliwangi dan Barisan Banteng. Maka kota Solo pun menjadi medan pertempuran.
·         Selang waktu itu pula ada pertemuan Soedirman, AH Nasution dan Gatot Subroto, Panglima Soedirman menunjuk Gatot Soebroto sebagai Gubernur Militer daerah Surakarta dan Semarang. Segera setelah ditunjuk menjadi Gubernur Militer, Gatot Soebroto langsung memerintahkan pada Divisi Siliwangi menggempur semua pasukan yang disebutnya pasukan pengacau. Pasukan Panembahan Senopati, TLRI dan Pesindo akhirnya menyingkir dari daerah Surakarta.
·         Di Madiun mulai terjadi berbagai provokasi lewat perampokan-perampokan yang dilakukan SR (Serikat Rakyat), akan tetapi yang menjadi sasaran penangkapan adalah orang-orang PKI meski dilepas karena tak terbukti. Terjadi pertempuran kecil antara Pasukan Siliwangi dan Mobrig dengan Brigade 29.
·         Dalam keadaan yang demikian Residen Madiun Samadikun tak ada ditempat. Mengatasi kekosongan itu Wakil Walikota Soepardi diangkat sebagai Residen Sementara, usulan ini datang dari Front Demokrasi Rakyat (FDR) dan disetujui Wakil Residen Sidharto, karena dia merasa tidak mampu mengatasi keadaan yang kacau dan juga Walikota Madiun Probosisworo yang sakit-sakitan.
·         Setelah pelantikan Soepardi sebagai Residen di Madiun Overste Soemantri Komandan Sub Teritorial mengirim telegram kepada Presiden Soekarno di Jokja, juga kepada Perdana Menteri dan Menteri Dalam Negeri. Telegram tersebut meminta intruksi lebih lanjut. Juga menyebutkan keputusan pengangkatan Soepardi bersifat sementara sampai Residen Madiun Samadikun kembali bertugas. Atas dasar telegram itu Soedirman mengutus overste Soeharto melakukan peninjauan ke Madiun. Di Madiun Soeharto disambut Gubernur Militer Sumarsono, diajak meninjau seluruh kota dan penjara-penjara di Madiun. Keadaan kota aman dan tak terdapat tahanan politik.
·         Anehnya oleh Hatta didepan Rapat BPKNIP mengatakan: “Entah benar entah tidak, di Madiun ada pemberontakan PKI Musso”. Pernyataan ini pulalah menjadi dasar, melancarkan penumpasan terhadap orang-orang komunis dan oganisasinya. 18 September 1948 pada pagi buta, para peserta Konferensi SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) di Jokja digrebeg Mobrig (Mobil Brigade), para peserta ditangkapi dan dipenjarakan. Bukan hanya ke 100-an peserta Konferensi yang dipenjarakan, 2000 orang komunis dan yang dianggap berfikiran sama dengannya di sekitar Jokja turut dipenjarakan. Mereka dituduh terkait pemberontakan di Madiun. Kebohongan yang terjadi adalah pemberontakan Madiun itu sendiri mereka katakan terjadi pada 18 September 1948. 
·         Bermula, “entah benar entah tidak, di Madiun ada pemberontakan PKI Musso”pernyataan Hatta itu, 8000 anggota PKI dibunuh (menurut Reid) dan tokoh-tokoh PKI dibantai dan dikubur satu liang di desa Ngalihan, Solo. Sardjono, anggota Polit Biro CC PKI, Maruto Darusman, anggota Polit Biro CC PKI dan Ketua Umum Sarbupri, Suripno, anggota Polit Biro CC PKI, ex anggota Pekerja Federasi Pemuda Demokratik Sedunia dan ex Duta Istimewa RI di Eropah Timur, Harjono anggota Polit Biro CC PKI dan Ketua Umum SOBSI, Mr. Amir Syarifudin anggota Polit Biro CC PKI, ex Perdana Menteri RI dan ex Menteri Pertahanan RI, Oei Gee Hwat, anggota PKI dan anggota Central Biro SOBSI, Soekarno, anggota PKI dan anggota Dewan Pusat Pesindo, Rono Marsono, anggota PKI, D. Mangku, anggota PKI, Pemimpin Majalah Bangun, Katam Hadi anggota PKI, ex Jenderal Mayor ALRI, Djoko Soejono, anggota PKI, Jenderal Mayor TNI. 41 orang di Magelang diberondong mati, salah seorang diantaranyanya meloloskan diri kemudian bergabung bergerilya di Merbabu dan Merapi. Di Kediri berpuluh-puluh orang, termasuk Dr. Roestam anggota fraksi PKI di BPKNIP di bunuh. Di Pati antara lain Dr. Wiroreno, Sekretaris Comite PKI Pati dan Ketua Pemerintahan Front Nasional Pati, ditembak mati oleh Pasukan Siliwangi dialun-alun Pati.
·         Disamping ribuan yang dibunuh, 35 ribu orang lagi yang dipenjarakan. Setelah penumpasan orang-orang komunis, pasukan hijrah Divisi Siliwangi yang semula tersebar diseluruh Keresidena Surakarta, menghilang. Sedangkan Pasukan Panembahan Senopati yang menjadi andalan daerah Surakarta telah ditumpas. Yang selamat menghindar menyatu dengan rakyat atau membentuk kesatuan-kesatuan kecil bergerilya bersama rakyat. Selang tak lama sesudah itu Pasukan Belanda, melenggang memasuki kota Solo dan Jogja tanpa perlawanan. Dan Bung Karno dan Hatta ditawan Belanda.
·         Dibulan Desember 1948, setelah mematahkan kekuartan kaum komunis dan kekuatan kaum progresif selama dan dalam “Peristiwa Madiun” terbukalah jalan bagi pemerintahan Hatta melakukan kompromi-kompromi dengan pemerintah Belanda. Dibawah acuan wakil-wakil imperialis Amerika Serikat, pemerintahan Moh. Hatta dan Pemerintah Belanda menanda tangani persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB), persetujuan yang tidak bisa lain kecuali menempatkan Indonesia sebagai negeri setengah jajahan. Konferensi ini pulalah yang menghasilkan, persetujuan pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat. Semua negera-negara bentukan pemerintah Belanda dan Republik Indonesia menjadi negara bagian. Irian Barat tetap dikuasai Belanda. Dan hutang-hutang Hindia Belanda dibebankan kepada Indonesia, termasuk biaya perang agresinya setelah rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
·         Awal 1950-an terjadi kebangkitan baru gerakan rakyat Indonesia setelah mendapat pukulan berat dalam peristiwa Madiun. Aksi-aksi anti KMB dalam bentuk-bentuk demonstrasi-demonstrasi massa rakyat dihampir seluruh kota-kota besar di Indonesia menuntut pembatalan KMB dan pembubaran Negara-negara boneka buatan Van Mook. Satu persatu negara-negara bagian itu (Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Maluku Selatan dan lain-lainnya) pada akhirnya dibubarkan, kemudian RIS pun yang merupakan hasil perundingan KMB dibubarkan dan kembali ke Negara Kesatuan RI dengan Undang Undang Dasar Sementara yang disusun pada tahun 1950.
·         Sekalipun sejak awal 1950-an PKI telah melancarkan bentuk perjuangan demokratis parlementer – Jalan Damai – namun kaum anti komunis dalam negeri tidak henti-hentinya mencari, bahkan menciptakan kesempatan untuk menyerang PKI. Kaum anti Komunis tidak pernah rela melihat muncul dan berkembangnya PKI keseluruh negeri. Pada bulan Agustus 1952, Pemerintah Soekiman (Masyumi) melakukan razia serentak diseluruh Indonesia, menangkapi ribuan kaum komunis dan kaum progresif lainnya, yang kemudian dikenal sebagai “Razia Agustus Soekiman”. Perlawanan dilakukan massa rakyat dengan demonstrasi-demonstrasi protes dikota-kota besar dan perlawanan partai-partai oposisi di parlemen RI, bahkan dari fraksi partainya sendiri menyebabkan pemerintah melepaskan para tahanan, bahkan menjadi bumerang bagi pemerintah dan menjadi salah satu penyebab pemerintahan Soekiman terguling.
·         Pada 17 Oktober 1952, demonstrasi bersenjata diorganisir petinggi-petinggi Angkatan Darat mengobrak-abrik DPRS-RI di Jalan Dr. Wahidin seraya mengarahkan mulut-mulut meriam ke Istana Merdeka. Lalu delegasi yang dipimpin oleh Kolonel AH Nasution waktu itu menjabat KSAD mendatangi Presiden Soekarno, menuntut ditandatanganinya sebuah Dekrit yang telah disiapkan sebelumnya. Dekrit itu menuntut agar Presiden membubarkan parlemen RI dan termasuk juga pembubaran PKI, yang mereka anggap telah mencampuri masalah internal Angkatan Darat. Dengan dibubarkannya Parlemen, diharapkan akan dapat ditegakkan sebuah “Junta Militer” yang dipayungi kewibawaan Presiden Soekarno. Peristiwa yang kemudian dikenal sebagai “Peristiwa 17 Oktober” itu pada hakekatnya adalah juga usaha hendak mematahkan perkembangan PKI yang mulai bangkit kembali sesudah mendapatkan pukulan pada Peristiwa Madiun. “Peristiwa 17 Oktober” ini juga merupakan titik awal golongan militer yang anti komunis didalam Angkatan Darat turut campur secara langsung dalam kehidupan politik di Indonesia.     
·         UUD Sementara, adalah UUD yang bersifat sementara, Presiden harus segera menyiapkan penyelenggaraan pemilihan Umum agar terbentuk DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan Konstituante dan sekali gus membuat Undang-Undang Dasar menggantikan UUDS. Pada tahun 1955 diselenggarakan pemilihan umum demokratis pertama di Indonesia untuk memilih anggota DPR dan anggota Konstituante. Hasil dari pemilihan umum itu membuat PKI menjadi partai empat besar, dibawah PNI,Masyumi dan NU. Sejak itu perjuangan parlementer menjadi program perjuangan PKI yang dikombinasikan dengan aksi-aksi massa.
·         Di Tahun 1956 lahir suatu gerakan dibeberapa daerah, yang semula hanya merupakan bentuk pernyataan ketidak-puasan terhadap pengelolaan ekonomi didaerah-daerah, tetapi kemudian berkembang menjadi pemberontakan sparatis PRRI/Permesta pada tahun 1957 yang pada hakekatnya juga adalah gerakan anti komunis, seperti yang diakui Jenderal Soeharto dalam biografinya: “Panglima-panglima Daerah dan kaum politisi yang kecewa membentuk “dewan-dewan” dan bahkan memproklamirkan pemerintahan saingan. Gerakan ini berakar pada perlawanan terhadap kerja sama Soekarno yang semakin dekat dengan komunis didalam dan diluar negeri”.(VG Roeder: Soeharto dari Prajurit sampai Presiden). Gerakan sparatis ini juga melakukan pembunuhan terhadap anggota-anggota PKI didaerah-daerah dimana mereka berkuasa seperti pembunuhan yang mereka lakukan di Situjuh, Sumatera Barat. Pemberontakan PRRI (Pemeritah Revolusioner Republik Indonesia)/Permesta (Perjuangan Semesta) merupakan pemberontakan daerah paling luas sepanjang sejarah RI. Dewan Banteng di Sumatera Barat dipimpin Letkol Achmad Husein, Dewan Garuda di Sumatera Selatan dipimpin Letkol Berlian, Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin Kolonel Simbolon. Di Sulawesi, Permesta yang dipimpin Letkol Samuel.
·         Pada tahun itu juga diberlakukan Keadaan Darurat Perang (SOB) diseluruh Indonesia. Keadaan Darurat Perang yang memberi peluang kepada militer untuk menguasai perusahaan Negara, hasil pengambilalihan kaum buruh atas perusahaan-perusahaan Belanda dalam rangka aksi pengembalian Irian Barat ke kedaulatan Republik Indonesia.
·         Sementara itu Konstituante hasil Pemilihan Umum 1955, setelah empat tahun menyelenggarakan sidang-sidangnya untuk menyusun UUD RI mengalami jalan buntu. Tak ada satupun UUD yang disusun mendapat dua pertiga suara yang merupakan syarat untuk diterimanya sebuah rancangan UUD menjadi UUD yang syah. Bahkan untuk kembali ke UUD 45 juga tidak mendapat persetujuan dua pertiga suara sekalipun didukung mayoritas suara, PNI dan PKI. Untuk mengatasi ketidak adanya keputusan sidang-sidang Konstituante dan menemui jalan buntu itu yang dipandang sebagai kegagalan demokrasi liberal di Indonesia serta untuk mencegah perpecahan nasional lebih lanjut akibat terjadi pemberontakan-pemberontakan diberbagai daerah, Presiden Soekarno, memaklumatkan Dekrit 5 Juli 1959, diberlakukakannya UUD 1945 dan membubabrkan Konstituante dan DPR hasil Pemilu 1955 serta dibentuklah Badan Legislatif dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara Lainnya, disesuaikan dengan Dekrit tersebut, seperti DPR-GR, Depernas dan lain-lain.
·         PKI mendukung Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan sekaligus mendukung Demokrasi Terpimpin yang menyusulnya. Pertimbangannya, bahwa Demokrasi Terpimpin dibawah Presiden Soekarno adalah anti diktator militer dan menentang diktator perorangan. Sekalipun kekuatan progresif sudah semakin membesar, ancaman Diktatur Militer pada waktu itu bukan lagi ancaman yang laten melainkan telah merupakan ancaman riil dan aktual. Kecuali itu PKI mempercayai kepemimpinan Soekarno yang menjalankan politik anti imperialis dan berupaya melikwidasi feodalisme dengan diundangkannya UUPA dan UUPBH.
·         Priode diberlakukannya Keadaan Darurat Perang (SOB) dan Demokrasi Terpimpin, provokasi-provokasi masih terus dilancarkan terhadap PKI. Dimulai ketika Polit Biro CC PKI mengeluarkan “Statemen Juli, ditahun 1960, merupakan pernyataan PKI memberikan penilaian setahun usia Kabinet Djuanda yang bukan saja tidak berhasil melaksanakan program-programnya, melainkan juga telah melakukan penyelewengan terhadap Manipol dan Dekon yang menjadi haluan politik dan ekonomi Negara pada waktu itu. Anggota-anggota Pimpinan PKI (Polit Biro CC PKI) diintrogasi oleh Penguasa Perang Pusat, bahkan seorang diantaranya ditahan. Sebulan kemudian terjadi apa yang juga dikenal kemudian sebagai peristiwa “Tiga Selatan”, yaitu tindakan Penguasa Perang Daerah di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan melarang kegiatan PKI didaerahnya dan menangkapi kader-kader PKI didaerah-daerah tersebut.
·         Tindakan anti demokrasi dan anti komunis itu justru dilakukan ketika PKI dengan segenap anggotanya baru saja mengambil bagian aktif dan memberikan korban paling besar kader-kadernya dalam menumpas pemberontakan PRRI/Permesta bersama dengan TNI. Hanya dengan kewaspadaan politik PKI dan campur tangan langsung Presiden Soekarno, povokasi-provokasi itu tidak berkembang menjadi perburuan terhadap kaum komunis seperti apa yang dilakukan pemerintah Hatta sepuluh tahun sebelumnya dalan Peristiwa Provokasi Madiun.
·         Mengapa penuturan ini dimulai dari mula perkembangan PKI, dan pukulan-pukulan serta provokasi-provokasi yang dialaminya. Mengapa tidak langsung pada masalahnya. Jawabnya adalah, bahwa suatu peristiwa itu tidaklah terjadi, berdiri sendiri. Apapun peristiwannya, pasti peristiwa itu memiliki saling hubungan dengan adanya peristiwa-peristiwa sebelumnya. Ada benang merah antara sebab dan akibatnya. Sejak semula berkembang dan mendapatkan simpati dan dukungan rakyat Indonesia terhadap PKI membuat dan menimbulkan penindasan dari kolonial Belanda dan fasis Jepang. Kemudian setelah  proklamasi kaum anti komunis Indonesia yang didukung secara dana yang besar dari imperialis Amerika Serikat baik dikalangan pemerintahan dan TNI, juga dikalangan TNI sendiri terjadi belahan yang menjadi pemicu perpecahan terutama dikalangan Angkatan Darat. Mari telusuri benang merah itu dari penuturan ini.
·         Ketika terjadi peristiwa 30 September 1965, peristiwa penculikan yang dilakukan “Gerakan 30 September” oleh perwira-perwira AD sendiri terhadap enam Jenderal, dan seorang perwira AD, untuk menyelamatkan Presiden Soekarno dari kudeta Dewan Jenderal. Ada petunjuk bahwa, ada beberapa pimpinan sentral PKI melibatkan diri didalamnya, maka terulanglah kembali provokasi dan teror terhadap PKI. Kekuatan AD yang anti komunis mengambil kesempatan ini, menyerang PKI diseluruh negeri. Perburuan dan pembunuhan baik setelah dilakukan penangkapan, maupun sebelumnya, terhadap kaum komunis dilancarkan diseluruh negeri secara amat terarah. PKI sendiri tidak melakukan perlawanan, karena tidak siap sama sekali, baik ideologis, organisasi dan politik dalam menghadapi serangan kekerasan yang dahsyat itu. Organisasinya lumpuh, terkeping-keping tidak berdaya, kader dan anggotanya tercerai berai, terbunuh dalam keadaan passif.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar